Candra Yuri Nuralam • 17 December 2023 18:58
Jakarta: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diminta menindaklanjuti informasi soal peningkatan transaksi janggal peserta pemilu dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dana kampanye tidak boleh berasal dari hasil kejahatan.
“Dalam UU Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemilu, diatur secara eksplisit kalau penggunaan dana kampanye yang bersumber dari kejahatan, jelas adalah tindak pidana,” kata kata Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro melalui keterangan tertulis, Minggu, 17 Desember 2023.
Herdiansyah mengatakan peserta kampanye dilarang tegas menerima dana yang bersumber dari tindak kejahatan, pihak asing, maupun penyumbang yang identitasnya tidak jelas. Beleid yang ada seharusnya membuat Basawlu menindaklanjuti temuan PPATK dengan cepat.
“Bawaslu harus kuat, tidak boleh lembek, apalagi jika berhadapan dengan kekuasaan para pemodal,” ucap Herdiansyah.
Para peserta pemilu juga dimintai tidak sembarangan menerima dana dari para pemodal. Sebab, pelanggaran tersebut bisa berakhir dengan pidana.
“Jika peserta pemilu yang terbukti menerima sumbangan dana kampanye dari hasil kejahatan itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun, dan denda paling banyak Rp36 juta rupiah,” ujar Herdiansyah.
PPATK menyatakan ada peningkatan transaksi mencurigakan selama masa kampanye Pemilu 2024. “Kita menemukan memang peningkatan yang masif dari transaksi mencurigakan. Misalnya terkait dengan pihak-pihak berkontestasi yang kita dapatkan namanya, daftar calon tetap (DCT) itu kita udah dapat,” ungkap Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, kepada wartawan, Kamis, 14 Desember 2023.
Ivan membeberkan temuan transaksi ilegal itu ditemukan usai PPATK mendapatkan dan mengikuti data DCT.
“Nah dari DCT kita ikuti, kita melihat memang transaksi terkait dengan pemilu ini masif sekali laporannya kepada PPATK,” ujar dia.