DPRD Jatim Endus Indikasi Eksplorasi Migas di Balik Sengketa 13 Pulau Jatim

Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono. (Dok: Deni Wicaksono)

DPRD Jatim Endus Indikasi Eksplorasi Migas di Balik Sengketa 13 Pulau Jatim

Amaluddin • 19 June 2025 17:35

Surabaya: Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono, mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak cuci tangan terkait polemik penetapan 13 pulau di perairan selatan sebagai bagian dari Kabupaten Tulungagung. Padahal. selama ini wilayah tersebut secara historis dan administratif tercatat masuk dalam wilayah Kabupaten Trenggalek.

Deni menilai, keputusan Kementerian Dalam Negeri melalui Kepmendagri No. 300 Tahun 2025 yang menetapkan 13 pulau itu masuk ke wilayah Tulungagung mencederai kesepakatan lintas lembaga yang sebelumnya telah tercapai. Ia menduga ada faktor tersembunyi di balik perubahan tersebut, terutama terkait potensi sumber daya alam yang belum dieksplorasi secara terbuka.

"Kami mencium adanya indikasi potensi migas di wilayah tersebut. Kalau benar ada cadangan minyak dan gas, jangan sampai ini jadi ajang rebutan senyap yang melukai keadilan masyarakat Trenggalek,” kata Deni, Kamis, 19 Juni 2025.

Deni menegaskan bahwa rapat resmi lintas kementerian dan lembaga yang digelar di Gedung Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri pada 11 Desember 2024. Dalam rapat itu disepakati bahwa ke-13 pulau itu masuk wilayah Kabupaten Trenggalek. Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan Kemendagri, BIG, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Pemprov Jatim.

"Sudah ada berita acara kesepakatan yang sah dan resmi. Tapi tiba-tiba dalam Kepmendagri terbaru, pulau-pulau itu dipindahkan ke Tulungagung. Ada apa sebenarnya? Ini perlu diungkap,” ujarnya.

Baca: 

Deni menyebut bahwa dari sisi historis, RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Provinsi Jawa Timur dan RTRW Kabupaten Trenggalek, sejak awal mencantumkan 13 pulau itu sebagai bagian dari Trenggalek. Bahkan, secara geografis, posisi pulau-pulau tersebut lebih dekat ke garis pantai Trenggalek dan selama ini berada dalam jangkauan pengawasan TNI AL dan Polairud wilayah Trenggalek.

"Secara praktis dan strategis, Trenggalek yang mengelola wilayah ini. Bahkan pengamanan laut juga dilakukan dari Trenggalek. Bagaimana bisa mendadak berubah?,” jelasnya.

Oleh karena itu, Deni mendesak Kemendagri membuka ruang klarifikasi atas keputusan tersebut dan mendasarkan penetapan wilayah pada data faktual, bukan sekadar dokumen administratif yang berpotensi menyimpang dari realitas di lapangan.

Ia menyinggung Pasal 63 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang memberikan ruang revisi terhadap keputusan pejabat tata usaha negara jika ditemukan kekeliruan atau data yang tidak akurat.

"Pemerintah pusat harus punya keberanian untuk mengoreksi. Kalau dibiarkan, ini bisa jadi sumber konflik horizontal atau bahkan antar-daerah di masa mendatang,” ujarnya.

Sebagai preseden, Deni mencontohkan penyelesaian konflik batas wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara, yang diselesaikan melalui revisi Kepmendagri dan keputusan presiden. Ia menilai, kasus Trenggalek juga layak mendapat perlakuan serupa.

"Kalau Aceh bisa dapat kembali pulau-pulaunya, kenapa Trenggalek tidak? Kami di DPRD Jatim akan kawal terus persoalan ini sampai ada kejelasan dan keadilan,” pungkasnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Lukman Diah Sari)