Seorang pelaku tawuran ditetapkan jadi tersangka dan di tahan di Mapolres Subang.
Media Indonesia • 18 September 2025 10:43
Subang: Polres Subang menetapkan enam tersangka terkait kasus tawuran pelajar yang menewaskan remaja asal Indramayu, Jawa Barat, pada Sabtu, 13 September 2025. Kapolres Subang AKBP Dony Eko Wicaksono mengungkapkan dari enam orang yang ditangkap, sebanyak lima di antaranya adalah anak berhadapan dengan hukum.
"Pelaku di antaranya T, 18, berperan membacok korban hingga tewas, dan Kelima anak berkonflik dengan hukum tersebut berinisial DM, MA, RIN, FDS, dan MSA, yang berasal dari wilayah Compreng dan Indramayu. Tiga di antaranya adalah yang terlibat pada saat demo lalu,” kata Dony, Rabu, 17 September 2025.
Polisi juga mengamankan dua senjata tajam jenis corbek. Dony mengungkap senjata tajam itu digunakan para pelaku untuk membacok kedua korban, hingga menyebabkan satu tewas dan satu luka berat.
"Korban meninggal dunia di lokasi kejadian berinisial RS, 17, akibat luka bacokan di kepala, sedangkan korban WP, 14, mengalami luka robek di leher dan hingga saat ini masih menjalani perawatan di RS Mitra Plumbon Patrol," ungkap dia.
Dony mengungkap tawuran terjadi di jalur Pantura, tepatnya di depan Kantor Desa Karanganyar, Kecamatan Pusakajaya, Kabupaten Subang. Saat itu, para pelaku dan korban saling kejar menggunakan sepeda motor.
"Korban saat itu jatuh menabrak pembatas jalan dan langsung dibacok oleh para pelaku menggunakan sajam jenis corbek berukuran panjang 1,5 meter," ungkap dia.
Dony menerangkan bahwa tawuran itu dipicu tantangan melalui media sosial Instagram yang melibatkan puluhan remaja dari wilayah Indramayu dan Subang. Motif tawuran itu, semata-mata hanya mencari lawan dan membuat
konten tawuran.
Polisi menjerat satu pelaku dengan Undang-Undang Kejahatan Perlindungan Anak UU Nomor 17 Tahun 2016. Pertama, tentang Penetapan PERPU no 1 tahun 2016. perubahan kedua atas UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU 35/2014 dan 170 KUHP.
Sementara 5 anak berhadapan dengan hukum terancam pidana dan/atau tindakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), yang mengedepankan keadilan restoratif dan diversi.
"Jenis sanksi yang diberikan akan berbeda tergantung pada usia anak (di bawah atau di atas 14 tahun) dan sifat pelanggarannya, dengan tujuan utama pemulihan, bukan pembalasan," ucap Dony. (MI/RZ).