Rupiah Masih Kesulitan Lawan Dolar AS di Pagi Awal Pekan

Rupiah. Foto: dok MI.

Rupiah Masih Kesulitan Lawan Dolar AS di Pagi Awal Pekan

Husen Miftahudin • 22 September 2025 09:53

Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini mengalami penurunan. Mata uang Garuda tersebut masih kesulitan melawan dolar Amerika Serikat (AS) yang meraih kedigdayaannya setelah The Fed memangkas suku bunga acuan.

Mengutip data Bloomberg, Senin, 22 September 2025, rupiah hingga pukul 09.40 WIB berada di level Rp16.626 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah 25 poin atau setara 0,15 persen dari Rp16.601 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.

Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.573per USD. Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan melemah.

"Untuk perdagangan Senin ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.600 per USD hingga Rp16.660 per USD," ujar Ibrahim dalam analisis hariannya.
 

 

Keputusan Fed bergantung data, bukan tekanan


Ketua The Fed Jerome Powell menekankan tidak ada dukungan luas untuk pemotongan suku bunga sebesar 50 bps dan mengatakan bank sentral tidak merasa perlu untuk bergerak cepat dalam menurunkan suku bunga. Powell juga menyatakan, setiap keputusan The Fed akan bergantung pada data, bukan atas tekanan dari pihak lain.

Pada Kamis, data ekonomi AS menunjukkan Klaim Pengangguran Awal mingguan turun menjadi 231 ribu pada pekan yang berakhir 13 September, di bawah ekspektasi 240 ribu, sementara pekan sebelumnya direvisi naik menjadi 264 ribu dari 263 ribu.

Indeks Manufaktur The Fed Philadelphia untuk periode September yang dirilis melampaui perkiraan, membaik dibandingkan dengan angka Agustus. Survei Manufaktur The Fed Philadelphia untuk September secara mengejutkan menunjukkan peningkatan di angka 23,2, dibandingkan dengan ekspektasi 2,3 dan minus 0,3 pada Agustus, menandakan pemulihan tajam dalam aktivitas pabrik regional.

"Fokus pasar juga tetap tertuju pada sanksi AS lainnya terhadap minyak Rusia dan pembeli utama, setelah Presiden Donald Trump mengakui bahwa upaya gencatan senjata lebih keras dari yang diantisipasi sebelumnya dikarenakan meningkatnya permusuhan antara Rusia dan Ukraina memicu spekulasi akan adanya gangguan pasokan lebih lanjut di Moskow," papar Ibrahim.


(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
 

Menanti efektivitas gebrakan Rp200 triliun


Ibrahim mengungkapkan, ketidakpastian ekonomi global yang saat ini masih tinggi dikhawatirkan gebrakan Rp200 triliun Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa gagal untuk mengerek pertumbuhan ekonomi. 

"Saat ini, pengusaha masih gamang dalam memanfaatkan kredit perbankan. Apalagi perbankan sangat berhati-hati dalam menggelontorkan kredit untuk sektor riil," tutur fia.

Lantaran masih rendahnya daya beli, cukup berisiko bagi pengusaha untuk mendorong ekspansi usahanya. Sepanjang isu permintaan (kredit) tidak dicarikan solusi, dunia usaha tidak akan ekspansif. Sehingga menggelontorkan likuiditas perbankan sebesar itu, tidak bisa membantu.

Walaupun, menteri keuangan sudah membantah isu demand kredit lemah menimbulkan pertumbuhan kredit lemah, kebijakan dana pemerintah yang disimpan ke perbankan akan meningkatkan pertumbuhan kredit seperti yang pernah dilakukan pada 2021. Sayangnya, pasar tetap tidak percaya karena kondisi 2021 berbeda jauh dengan 2025.

Ibrahim menekankan, dana Rp200 triliun bukan bersumber dari dana darurat, melainkan sisa anggaran pemerintah yang belum dibelanjakan. Penarikan Rp200 triliun dari Sisa Anggaran Lebih (SAL) Rp250 triliun  di 2025 dan 2026 di Bank Indonesia juga bisa berpotensi menggerus cadangan fiskal pemerintah.

"Kondisi itu tidak akan memadai untuk memberi talangan bagi belanja APBN saat penerimaan pajak terlambat masuk," tukas dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)