Dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Idul Rishan/Medcom.id/Fachri
Fachri Audhia Hafiez • 22 February 2024 13:44
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) diminta mencermati pelanggaran etik hakim konstitusi Anwar Usman. Hal tersebut mesti diperhatikan sebelum memvonis perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Anwar Usman membuat putusan kontroversial terkait syarat capres-cawapres.
"Jadi MK sekali pun di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) menilai sengketa hasil, tapi jika misalnya ada proses-proses atau kecurangan hasil pemilu. Saya kira MK perlu kembali melihat untuk menganalisis itu sebagai sebuah temuan dalam putusan akhir," kata dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Idul Rishan di Jakarta, Kamis, 22 Februari 2024.
Idul membeberkan hal itu dalam diskusi bertajuk 'Kecurangan Pemilu dari Perspektif Konstitusi dan Hukum Administrasi Negara', Kalibata, Jakarta Selatan. Menurut Idul, MK mesti terlebih dahulu memerhatikan nilai-nilai kejujuran seluruh pelaksanaan tahapan pemilu.
Selain itu, permohonan mendiskualifikasi peserta pilpres dinilai Idul dimungkinkan. MK, kata dia, dapat mempertimbangkan diskualifikasi dari kondisi kecurangan yang luput dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Terlebih, kecurangan tersebut menguntungkan salah satu pasangan calon (paslon).
"Sekarang yang bersangkutan memiliki approval rating di masyarakat yang lebih dari 50 persen dan coba kita lihat bahwa ternyata kalau misalnya kita merujuk pada putusan MK sebelumnya dalam sengketa hasil pemilu atau pilkada, itu ada yang namanya permohonan diskualifikasi. Kalau misalnya ternyata KPU dan Bawaslu itu luput," ujar Idul.
Lebih lanjut, Idul menegaskan Pemilu 2024 telah merusak kredibilitas lembaga-lembaga negara, khususnya MK. Padahal, lembaga tersebut punya peran penting memastikan keberhasilan pemilu.
"Kita punya kejadian Mahkamah Konstitusi meloloskan salah satu paslon cawapres yang sekiranya putusannya itu salah. Kemudian putusan majelis Mahkamah Konstitusi juga sudah ditetapkan mengatakan bahwa ketua MK diberhentikan sebagai ketua MK dan kemudian nonaktifkan untuk perkara pemilu," jelas Idul.
Kemudian, dia mempertanyakan kredibilitas KPU. Karena, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah memutuskan Ketua KPU Hasyim Asy'ari melanggar kode etik. Hasyim mengesahkan pendaftaran capres dan cawapres usai MK memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres 2024.
"Sehingga kita bisa klaim bahwa sebenarnya Pemilu 2024 ini sudah sangat pelik dan menyebabkan polarisasi yang berkepanjangan, karena adanya kecurangan-kecurangan yang sudah terjadi sejak awal," ujar Idul.