Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com
Eko Nordiansyah • 6 March 2025 10:15
Jakarta: Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menilai lambatnya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menunjukkan ketidaktegasan negara dalam memerangi korupsi. Padahal sistem penegakan hukum dalam menangani rasuah dinilai masih lemah.
“Saya kira, pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi UU harga mati.Tidak boleh ditunda lagi,” ujar Hardjuno, di Jakarta, Kamis, 6 Maret 2025.
Sayangnya, Hardjuno menyebut, hingga kini pembahasannya masih terkatung-katung di DPR. Menurutnya, perampasan aset adalah salah satu cara paling efektif untuk memberikan efek jera kepada para koruptor di tengah krisis kepercayaan terhadap pemberantasan korupsi oleh pemerintah.
“Kalau hanya mengandalkan hukuman penjara, tidak akan cukup. Kita sudah lihat banyak kasus, koruptor yang divonis bersalah tetap bisa hidup nyaman setelah keluar dari tahanan karena aset mereka tidak tersentuh. Oleh sebab itu, perampasan aset harus menjadi senjata utama dalam pemberantasan korupsi,” katanya.
Ia juga menjelaskan strategi pemberantasan korupsi harus berjalan dalam tiga aspek utama, yakni pencegahan, penindakan, dan pemulihan aset. Selama ini, aspek pemulihan aset seringkali terabaikan karena mekanisme hukum yang berbelit sebab masih bergantung pada mekanisme konvensional.
“Artinya, penegak hukum baru bisa menyita aset setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Masalahnya, proses ini bisa memakan waktu bertahun-tahun, memberi celah bagi koruptor untuk menghilangkan atau menyamarkan aset mereka,” jelasnya.
Baca juga:
Butuh Waktu Konsolidasi Fraksi Wujudkan RUU Perampasan Aset |