Mantan Ketua KPK Firli Bahuri. Medcom.id/Siti Yona
Siti Yona Hukmana • 25 August 2024 17:20
Jakarta: Masyarakat diminta melayangkan gugatan praperadilan bila kasus penerimaan gratifikasi, suap, dan pemerasan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri tak kunjung bergulir ke persidangan. Gugatan bisa dilakukan terhadap Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
"Jika terlalu lama dilimpahkan maka masyarakat selaku stakeholder, bisa melakukan upaya hukum kepada Kejaksaan dan Kepolisian melalui gugatan praperadilan," kata Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar kepada Medcom.id, Minggu, 25 Agustus 2024.
Abdul Fickar menyebut upaya hukum itu bisa dilakukan bila kasus yang menjerat eks pucuk pimpinan KPK itu terus digantung Polda Metro Jaya. Gugatan praperadilan bisa dilayangkan oleh masyarakat yang konsen terhadap pemberantasan korupsi.
"Harus menggugat polisi dan jaksa, baik secara perdata gugatan kerugian maupun melaporkan penyimpangan ini secara pidana," ungkap Abdul Fickar.
Abdul Fickar menyebut kasus Firli Bahuri tak ada batas waktu penyelesaiannya. Sebab, Firli Bahuri tidak ditahan.
"Kalau dia ditahan biasanya penanganan kasus disesuaikan dengan masa tahanannya, tetapi karena tidak ditahan tidak ada pembatasan waktunya. Karena itu seharusnya masyarakat anti korupsi mengajukan upaya hukum praperadilan agar kasus secepatnya naik ke pengadilan," katanya.
Terlepas dari itu, Abdul Fickar mengatakan berdasarkan informasi yang beredar perbaikan berkas di Polda Metro Jaya lama karena adanya penambahan pasal dakwaan. Yaitu penerimaan gratifikasi, suap, dan pemerasan serta Pasal 36 Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) tentang larangan pimpinan KPK bertemu dengan pihak yang berurusan di Lembaga Antirasuah itu.
"Sehingga, pasal dakwaannya menjadi berlapis. Ya jika sdh selesai pasti akan diserahkan kepada kejaksaan, saya optimis kejaksaan akan melanjutkannya ke pengadilan," ungkapnya.
Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan gratifikasi, suap, dan pemerasan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Kamis, 23 November 2023. Dia tidak ditahan, namun dicegah dan tangkal (cekal) ke luar negeri.
Firli dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.
Namun, kasus Firli tak kunjung bergulir ke Kejati DKI Jakarta. Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak memastikan tak akan menggantung status tersangka Firli.
Polisi disebut akan melakukan penyidikan perkara secara profesional, transparan, dan akuntabel. Saat ini pemberkasan perkara masih dilakukan.
"Kami janji menuntaskan penyidikan perkara a quo. Saat ini terus berprogres, penyidikan masih terus berlangsung nanti ada update akan kita sampaikan," kata Ade kepada wartawan, Rabu, 21 Agustus 2024.
Sementara itu, SYL telah disidang bahkan divonis 10 tahun penjara atas kasus korupsi di Kementan yang ditangani KPK. Dalam persidangan terdakwa SYL, terungkap eks Mentan itu telah memberikan uang kepada Firli Bahuri senilai total Rp1,3 miliar.
SYL menyebut uang tersebut sebagai bentuk persahabatan dirinya dengan Firli. Uang senilai Rp1,3 miliar itu diserahkan dua kali.
Yakni Rp500 juta dalam bentuk valuta asing (valas) di GOR Bulu Tangkis Mangga Besar, Jakarta Barat. Sedangkan, Rp800 juta melalui Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar, yang juga merupakan saudara SYL.