Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.
Candra Yuri Nuralam • 1 February 2024 17:23
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan hasil riksa Politikus Partai Golkar Idrus Marham. Dia diminta menjelaskan soal pertemuannya dengan mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy, dan Direktur Utama PT Cirtra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan.
"Didalami juga kaitan dugaan pertemuan saksi dengan Wamenkumham (Eddy) di rumah kediaman tersangka HH (Helmut Hermawan)," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 1 Februari 2024.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK itu enggan memerinci komunikasi ketiga orang tersebut. Idrus turut diminta memberikan penjelasan soal kepengurusan PT CLM.
“Dikonfirmasi antara lain posisi dan kedudukan saksi dalam kepengurusan di PT CLM ketika PT CLM masih di bawah kendali tersangka HH,” ujar Ali.
Terpisah, Idrus Marham mengaku pernah menjadi komisaris di PT Citra Lampia Mandiri (CLM). Namun, jabatannya itu tidak lama.
“Posisi pernah menjadi komisaris CLM satu hari, jadi, saya tanggal 4 Juli 2022 diangkat dalam rapat RUPS luar biasa, tapi, tanggal 5 saya sudah mengundurkan diri,” kata Idrus di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 31 Januari 2024.
Idrus mengaku langsung mengundurkan diri sehari setelah menjabat karena banyaknya masalah di PT CLM. Politikus Partai Golkar itu juga menilai dirinya bukan orang yang kompeten memimpin perusahaan tersebut.
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi di Kemenkumham. Yakni, Dirut PT CLM Helmut Hermawan, eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, pengacara Yosi Andika Mulyadi, dan Asisten Pribadi Eddy, Yogi Arie Rukmana. Status tersangka untuk Eddy digugurkan melalui praperadilan.
Eddy diduga menerima Rp8 miliar dari Helmut. Dana itu untuk mengurus sengketa status kepemilikan PT CLM, penghentian perkara di Bareskrim, dan dana keperluan pribadi berupa pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
Total uang yang diterima itu belum final. KPK bakal mengembangkan dugaan adanya aliran dana lain yang masuk kepada Eddy. Saat ini, baru Helmut yang ditahan.
Helmut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.