Ilustrasi. Metrotvnews.com.
Jakarta: Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pemilu nasional dan lokal. Langkah ini dinilai bisa menguatkan praktik demokrasi.
Koordinator Nasional JPPR, Nurlia Dian Paramita optimistis bahwa putusan MK tersebut dapat meningkatkan kualitas pemilu. Bukan hanya bagi penyelenggara dan peserta, tapi juga untuk para pemilih dengan penerapan pengaturan data yang lebih akurat.
"Pemisahan pemilu nasional dan lokal diharapkan bisa menghadirkan kualitas penyelenggaraan pemilu yang tidak berat dari sisi teknis, menghadirkan calon-calon terbaik yang akan berkontestasi dengan persiapan dan waktu yang cukup diberikan kepada partai politik, penyelenggara pemilu dan pemilih," kata Mita, sapaannya, saat dihubungi, Minggu, 29 Juni 2025.
Mita mengatakan adanya jeda antara pemilu lokal dan nasional, proses pemutakhiran data pemilih tidak terputus dalam konteks 5 tahunan. Meskipun sudah ada upaya melakukan pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan.
"Dengan adanya momen pemilu dua kali dalam lima tahun tersebut, membuat penyelenggara dalam memutakhirkan daftar pemilih lebih kuat dan selalu dilakukan, setidaknya setiap 2 setengah tahun sekali, dibandingkan sebelumnya yaitu 5 tahun sekali," jelas dia.
Selain itu, pemisahan pemilu dapat mengatasi kelelahan pemilih akibat serangkaian proses pemilu serentak. Kelelahan pemilih itu yang selama ini membuat berkurangnya minat pemilih yang dibuktikan dari penurunan angka partisipasi pemilih.
Data yang dihimpun JPPR, rata-rata partisipasi pemilih dalam pilpres dan pileg mencapai 81 persen. Sedangkan, pilkada hanya 70 persen.
Mita menilai pemisahan pemilu pusat dan lokal juga berpotensi menurunkan praktik
politik uang. Hal ini lantaran pemilu yang terpisah dapat mengurangi dominasi aktor politik pusat dalam menentukan hasil pemilu lokal. Sehingga, potensi penyalahgunaan sumber daya dan praktik suap untuk memengaruhi hasil pemilu lokal menjadi lebih kecil.
"Diharapkan dengan adanya momen pemilu yang terjadi dua kali dalam setiap lima tahun, dapat meningkatkan kesadaran politik semua pihak lebih masif dan lebih banyak pihak melakukan pendidikan pemilih setiap tahun," ucap dia.
Menurut Mita, pendidikan politik terkait bahaya politik uang yang dilakukan secara berkala setiap tahunnya akan meningkatkan kesadaran politik pemilih. Selain itu, pemilu sebanyak dua kali dalam lima tahun juga mendorong lebih banyak pihak untuk melakukan pendidikan pemilih setiap tahun.
"Politik uang hanya dapat dilawan dengan nilai-nilai idealisme (pemilih yang kritis). Adapun aktor politik uang diharapkan dapat berkaca dari perkembangan dinamika perselisihan hasil pemilihan yang dapat berujung pada diskualifikasi calon sebagaimana yang terjadi di Pilbup Barito Utara 2024," tukasnya.
Putusan MK yang memisahkan pemilu lokal dan nasional juga dinilai menguntungkan pemilih. Kemudian, membuat kualitas kinerja penyelenggara pemilu jauh lebih produktif dan diharapkan profesional karena tak lagi terhimpit waktu.
"Adapun terkait profesionalitas penyelenggara pemilu tentu diharapkan dapat meningkat terlebih lagi dengan tidak beratnya beban kerja yang dilakukan. Dan penyelenggara juga memiliki waktu yang cukup untuk menjaga kualitas kerjanya," ujar Mita.
Mita menegaskan putusan MK tersebut harus ditindaklanjuti oleh pembuat Undang-Undang (UU). Menurutnya, putusan itu dapat memperbaiki teknis penyelenggaraan pemilu menjadi lebih demokratis khususnya bagi partai politik
"Selama ini kondisi kemampuan parpol dalam mempersiapkan kader yang akan berkontestasi di pemilu sangat terbatas waktunya dalam melakukan rekrutmen politik, tapi keputusan menjauhkan partai politik dari jebakan pragmatisme dan diharapkan dapat menjaga idealisme serta ideologi partai politik," pungkasnya.