Ilustrasi Revisi KUHAP. Foto: Dok. Media Indonesia (MI).
Fachri Audhia Hafiez • 16 December 2025 10:42
Jakarta: Tahun 2025 menandai akhir dari penantian panjang pembaruan hukum acara pidana Indonesia. Hal ini seiring dengan disahkannya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Proses revisi ini melibatkan perdebatan sengit dan masukan publik yang intens. Perubahan beleid itu sejatinya bertujuan menggantikan KUHAP warisan Orde Baru tahun 1981.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman mengatakan, Revisi KUHAP sebenarnya pernah dilakukan pada tahun 2012. Namun, terjadi deadlock.
"Saat itu pun Revisi KUHAP disebut oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagai pembunuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena dihilangkannya penyelidikan dan adanya pengaturan soal Hakim Pemeriksaan Pendahuluan (HPP) yang memegang kekuasaan menentukan bisa atau tidaknya dilakukan penahanan dan upaya paksa lainnya. Banyak pihak terutama KPK sendiri yang meminta agar pembahasan RUU KUHAP dihentikan," kata Habiburokhman dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis, 17 April 2025.
Ruang Komisi III DPR. Foto: Dok. Antara.
Pembahasan awal
Pada Januari hingga Maret 2025, merupakan konsolidasi dan pembahasan awal setelah ditetapkan sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) Prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Pembahasan Revisi KUHAP memasuki tahap intensif di Komisi III DPR bersama pemerintah.
Pada periode ini, Komisi III
DPR mulai menggelar Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi Yudisial (KY) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Mahkamah Agung (MA) serta praktisi hukum terkemuka. Fokus awalnya yaitu, pembahasan fokus pada dua isu utama, diferensiasi fungsional antara penyidik (Polri) dan penuntut umum (Kejaksaan), serta penguatan peran advokat sejak tahap awal penyelidikan.
Revisi KUHAP pun disepakati menjadi usul inisiatif DPR. Kesepakatan itu diambil dalam Rapat Paripurna ke-13 DPR Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 pada 18 Februari 2025.
Menerima aspirasi publik hingga tuai kritik
Pada April sampai September 2025, penyusunan dan masukan publik terhadap perubahan beleid itu dilakukan. Pembahasan Revisi KUHAP terus bergulir di Komisi III melalui serangkaian Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai elemen masyarakat sipil dan organisasi advokat.
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP, M Isnur mengatakan, DPR tampak tergesa-gesa dalam membahas Revisi KUHAP tersebut. Ia mengatakan seharusnya DPR membuka waktu dan ruang yang seluas-luasnya kepada semua pihak dalam menyusun Revisi KUHAP.
Ilustrasi Revisi KUHAP. Foto: Dok. Media Indonesia (MI).
Isnur mengatakan KUHAP merupakan produk legislasi yang menyangkut hidup orang banyak. Seharusnya, pembahasan yang dilakukan mempertimbangkan banyak hal terutama hak asasi manusia.
"Koalisi mendesak DPR RI untuk betul-betul membuka ruang partisipasi publik yang tulus dan bermakna serta mempertimbangkan secara serius seluruh masukkan dan kritik dari koalisi, akademisi, masyarakat sipil, dan berbagai organisasi lainnya, termasuk mendengar suara warga yang selama ini menjadi korban proses hukum yang buruk," kata Isnur dikutip dari Media Indonesia, Selasa, 29 Juli 2025.
Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Sharif Omar Hiariej atau Eddy Hiariej merespons soal kritikan itu. Kala itu, dia menegaskan pembahasan bakal beleid tersebut belum final dan masih berpeluang untuk dibahas lebih lanjut.
Subtansi perubahan KUHAP
Pembahasan mendalam menyentuh 14 substansi utama, termasuk pengaturan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice), penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi.
Kemudian, perbaikan pengaturan upaya paksa, dengan memperkuat asas due process of law. Lalu, pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.
Siap dibawa ke paripurna hingga desakan pencabutan
Pada awal November 2025, terjadi penyelesaian substansi. Panitia Kerja (Panja) Revisi KUHAP sepakat membawa beleid ini ke Pembicaraan Tingkat I atau Pengambilan Keputusan di Komisi III.
Pada 13 November 2025, Komisi III DPR dan Pemerintah resmi menyepakati seluruh substansi perubahan Revisi KUHAP, sekaligus memutuskan untuk melanjutkan ke Pembicaraan Tingkat II (Rapat Paripurna).
Seluruh peserta rapat menyatakan setuju. Termasuk dari unsur pemerintah, yaitu Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dan Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Sharif Omar Hiariej atau Eddy Hiariej yang hadir dalam rapat.
Gelombang kritik terjadi lagi. Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan pegiat HAM menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto menarik draf Revisi KUHAP dan menunda pengesahan, menyoroti pasal-pasal yang dianggap berpotensi mengancam Hak Asasi Manusia (HAM), seperti perluasan kewenangan penyadapan dan operasi
undercover buy tanpa pengawasan memadai.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, pengesahan KUHAP yang baru merupakan hal yang penting, mengingat KUHAP lama sudah berusia 44 tahun. KUHAP baru, kata dia, diarahkan untuk menuju keadilan yang hakiki.
Dia mengatakan KUHAP yang baru itu akan mendampingi penggunaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang sudah disahkan sebelumnya dan berlaku pada 2 Januari 2026. KUHP sebagai hukum materiil, harus dilengkapi KUHAP baru sebagai hukum formil untuk operasionalnya.
"Pembentukan Revisi KUHAP ini tidaklah terburu-buru sama sekali, bahkan kalau hitungannya ya, waktu kita membentuk KUHAP ini lebih dari satu tahun," kata Habiburokhman, Selasa, 18 November 2025.
Ketuk palu
Pada 18 November, DPR akhirnya mengesahkan Revisi KUHAP. Pengesahan dilakukan pada Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026.
Dalam rapat tersebut, seluruh fraksi menyatakan persetujuan dengan catatan terhadap Revisi KUHAP, yang kemudian resmi disahkan menjadi
Undang-Undang. Pengesahan ini secara resmi mengakhiri usia KUHAP 1981, membuka lembaran baru bagi sistem peradilan pidana di Indonesia, di mana UU KUHAP yang baru ini dijadwalkan mulai berlaku efektif pada awal tahun 2026.
"Undang-undang ini mulai berlaku nanti tanggal 2 Januari 2026," kata
Ketua DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 November 2025.
Ilustrasi. Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga.
Puan menjelaskan pembahasan Revisi KUHAP ini sudah berlangsung cukup lama, hampir dua tahun. Tujuannya, menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang selama ini tidak bisa diselesaikan oleh UU KUHAP yang lama.
Pihaknya juga sudah menyerap banyak masukan dalam menyusun Revisi KUHAP. Total, kata dia, ada 130 masukan yang diserap dari masyarakat dalam pembahasan beleid ini.
"Jadi prosesnya itu sudah panjang," ujar Puan.