Ilustrasi MI(Duta)
Media Indonesia • 20 May 2024 06:09
BANGSA Indonesia memiliki cita-cita luhur menjadi negara makmur yang menjunjung keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Untuk menggapai itu, optimisme harus senantiasa dijaga agar semangat berjuang terus menyala. Ketika terpuruk, selalu ada asa untuk kembali bangkit dan bergerak maju.
Demikian pula dalam memberantas habis korupsi dari Bumi Pertiwi. Apalagi, salah satu spirit gerakan reformasi pada Mei 26 tahun lalu itu ialah memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang berurat berakar di negeri ini dalam lebih dari tiga dekade kala itu.
Tidak bisa dimungkiri bahwa kepercayaan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah melorot. Ujung tombak untuk mengenyahkan rasuah itu masih sulit memulihkan kembali citra di mata masyarakat. Ada saja yang menjadi ganjalan. Sebagian besar karena borok di tubuh KPK sendiri.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron merupakan insan KPK kesekian yang terbelit perkara dugaan pelanggaran etik dalam periode kepemimpinan komisioner KPK 2019-2024. Ghufron yang sedang disidang dalam perkara etik dugaan penyalahgunaan wewenang sudah dua kali mangkir dari persidangan yang digelar Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Ketika tidak hadir pertama kali, Ghufron berdalih sedang menggugat Dewas KPK ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) tentang keabsahan sidang etik dalam perkaranya. Manuver Ghufron tidak ubahnya yang dilakukan sejumlah tersangka tindak pidana korupsi. Menolak hadir lantaran sedang mengajukan praperadilan. Padahal, itu proses hukum yang terpisah dan tidak saling meniadakan atau menunda.
Dewas pun memutuskan menunda sidang pemeriksaan atas Ghufron. Baru di sidang berikutnya yang digelar pada 14 Mei, dia hadir. Akan tetapi, kembali Ghufron mangkir dalam sidang yang diagendakan mendengarkan pembelaan dirinya pada Jumat, 17 Mei 2024. Kali ini, ia beralasan perlu waktu menghimpun pembelaan.
Dewas begitu akomodatif merespons alasan-alasan Ghufron hingga lagi-lagi menunda sidang. Hari ini, sidang yang memberi kesempatan Ghufron membela diri akan digelar kembali. Jika merasa tidak bersalah, komisioner KPK itu semestinya memanfaatkan momentum persidangan untuk membersihkan namanya.
Tentu saja ada alternatif lain agar terhindar dari sanksi Dewas bila ia merasa telah melanggar etik. Eks koleganya, Lili Pintauli Siregar dan Firli Bahuri, sudah mencontohkan. Ingin terhindar dari sanksi Dewas, mundur dari KPK. Cara itu terbukti efektif menyetop sidang etik.
Malah dengan cara tersebut, komisioner KPK bisa lolos dari jerat pidana yang menyertai pelanggaran etik. Lili Pintauli yang diduga menerima gratifikasi sudah memperoleh manfaatnya.
Baca Juga:
Ditunda, Dewas KPK Jadwal Ulang Sidang Nurul Ghufron Pekan Depan |