Ilustrasi rupiah. Foto: Metrotvnews.com/Husen.
Putri Purnama Sari • 9 November 2025 16:23
Jakarta: Wacana redenominasi rupiah kembali mencuat setelah Kementerian Keuangan berencana membuat empat Rancangan Undang-Undang (RUU) baru, salah satunya tentang RUU Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi).
Rencana tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029 yang diterbitkan pada 10 Oktober 2025.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menilai, jumlah angka nol dalam rupiah saat ini terlalu banyak, sehingga tidak efisien untuk sistem keuangan modern, termasuk perbankan dan transaksi digital.
Mengutip dari siaran pers Bank Indonesia, wacana redenominasi rupiah sebenarnya sudah muncul sejak 2010, namun belum terealisasi karena berbagai pertimbangan. Kini, di bawah kepemimpinan Purbaya, rencana tersebut kembali dibahas.
Pengertian Redenominasi
Secara sederhana, redenominasi adalah proses penyederhanaan nilai nominal uang tanpa mengubah daya beli masyarakat. Tujuan utamanya untuk mempermudah transaksi, sistem akuntansi, dan efisiensi ekonomi.
Contohnya, setelah redenominasi:
- Rp1.000 menjadi Rp1
- Rp10.000 menjadi Rp10
- Rp100.000 menjadi Rp100
Jadi, harga barang tidak berubah, yang berubah hanya angka di nominal uangnya.
Perbedaan Redenominasi dan Sanering
Isu
redenominasi rupiah yang kembali mencuat membuat sebagian masyarakat salah kaprah. Banyak yang mengira redenominasi sama dengan sanering, padahal keduanya jelas berbeda dari sisi tujuan maupun dampaknya bagi ekonomi.
Mengutip dari
berkas.dpr.go.id, perbedaan antara redenominasi dan sanering terletak pengertian hingga dampaknya bagi ekonomi suatu negara.
Redenominasi
Redenominasi merupakan penyederhanaan pecahan
mata uang dengan cara mengurangi jumlah digit nol tanpa mengubah nilai uang tersebut. Misalnya, Rp1.000 menjadi Rp1, namun daya beli masyarakat tetap sama karena harga barang juga ikut disesuaikan.
Tujuan utama redenominasi adalah untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman digunakan dalam transaksi sehari-hari.
Redenominasi biasanya dilakukan ketika kondisi ekonomi makro sedang stabil, inflasi terkendali, dan pertumbuhan ekonomi berjalan baik. Prosesnya pun dipersiapkan secara matang dengan masa transisi yang cukup panjang agar masyarakat dapat menyesuaikan diri tanpa menimbulkan gejolak.
Sanering
Sementara itu, sanering adalah kebijakan pemotongan nilai uang yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi jumlah uang beredar akibat inflasi yang sangat tinggi atau hiperinflasi.
Dalam sanering, daya beli masyarakat menurun karena nilai uang dikurangi, sementara harga barang tetap sama. Hal ini membuat masyarakat mengalami kerugian karena uang yang dimiliki menjadi kurang bernilai.
Tujuan sanering berbeda jauh dari redenominasi, yaitu untuk menekan inflasi yang melonjak tajam dan memperbaiki kestabilan ekonomi dalam situasi krisis. Kebijakan ini umumnya dilakukan secara mendadak tanpa masa transisi, karena diterapkan pada kondisi ekonomi yang tidak sehat.