Gedung Merah Putih KPK. Foto: Metrotvnews.com/Candra.
Candra Yuri Nuralam • 17 July 2025 07:57
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap ada 17 poin yang melemahkan pemberantasan rasuah, dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Bakal beleid itu sedang dibahas di DPR.
“Dalam perkembangan diskusi di internal KPK, setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan, dan ini masih terus kami diskusikan,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 17 Juli 2025.
Poin pertama, RKUHAP dinilai melemahkan kewenangan penyelidik dan penyidik. Dalam aturan baru nanti, aturan main penyelidikan, penyadapan, dan penyitaan diubah.
Selanjutnya, keberlanjutan penanganan kasus di KPK hanya dapat diselesaikan berdasarkan KUHAP. Padahal, Lembaga Antirasuah berpedoman pada KUHAP, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang KPK.
Poin ketiga yakni posisi penyelidik tidak diakomodir dalam RKUHAP. Ke depan, penyelidik hanya dari Polri dan harus diawasi penyidik polisi.
Keempat, penyelidikan dilemahkan, menjadi cuma boleh menemukan peristiwa pidana. Padahal, KPK sudah mulai mencari dua alat bukti pada saat penyelidikan.
Kemudian, keterangan saksi nantinya cuma boleh dilakukan pada tahap penyidikan, sampai penuntutan. Informasi pada tahap penyelidikan dinilai bukan alat bukti lagi.
Poin keenam yakni, penetapan tersangka akan ditentukan setelah penyidik memperoleh dua alat bukti. Ketujuh, penghentian penyidikan wajib melibatkan Polri.
Keluhan KPK selanjutnya yakni berkas perkara kasus korupsi harus diserahkan penyidik Polri jika siap diberikan ke penuntut umum. Keluhan kesembilan yakni, penggeledahan ke depannya harus didampingi oleh penyidik Polri wilayah setempat.
Keluhan kesepuluh yakni penyitaan ke depannya harus mendapatkan izin ketua pengadilan. Kemudian, penyadapan dalam RKUHAP cuma boleh dilakukan pada tahap penyidikan, dan harus dapat izin ketua pengadilan.
“Kedua belas, larangan bepergian ke luar negeri hanya terhadap tersangka,” ujar Budi.
Kemudian, RKUHP nantinya melarang proses persidangan kasus korupsi digelar jika tersangka mengajukan praperadilan. Selama ini, praperadilan digugurkan jika pokok perkara masuk ke persidangan inti.
RKUHAP juga tidak mengakomodir kewenangan KPK dalam pengusutan kasus koneksitas. Padahal, ada putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang menguatkan kewenangan itu kepada KPK.
Poin ke-15, perlindungan saksi atau pelapor kini bukan lagi tugas KPK. Tugas itu diserahkan sepenuhnya kepada LPSK.
Selanjutnya, Jaksa Agung harus memberikan pengangkatan sementara untuk penuntutan di luar daerah hukum. Padahal, kewenangan KPK ada pada seluruh wilayah Indonesia.
“Terakhir, Pasal 60 (dalam RKUHAP) penuntutan terdiri atas, pejabat Kejaksaan RI, dan pejabat suatu lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan penuntutan berdasarkan ketentuan undang-undang,” tutur Budi.