Ilustrasi. Medcom.id.
Riza Aslam Khaeron • 18 July 2025 16:54
Jakarta: Menjelang peringatan Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli 2025, sorotan terhadap isu perlindungan anak kembali mengemuka. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam laporan tahunannya mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2024, terdapat 2.057 pengaduan kasus pelanggaran hak anak yang diterima dan ditangani oleh lembaga tersebut.
Kasus-kasus ini mencakup berbagai persoalan, mulai dari pengasuhan bermasalah hingga kekerasan seksual. Jumlah tersebut juga menunjukkan tren konsisten dalam lima tahun terakhir, yang mencerminkan belum optimalnya sistem perlindungan anak secara nasional.
Melansir laporan tahunan resmi KPAI, dari ribuan pengaduan tersebut, sebanyak 954 kasus telah ditindaklanjuti hingga tahap terminasi. Sisanya mendapat layanan psikoedukasi atau dirujuk ke lembaga layanan daerah. Pengawasan dilakukan di 78 wilayah di Indonesia, dengan fokus pada dua klaster besar, yakni Pemenuhan Hak Anak (PHA) dan Perlindungan Khusus Anak (PKA).
Laporan juga menyebutkan bahwa beberapa wilayah memiliki keterbatasan dalam sumber daya manusia dan infrastruktur, yang menyebabkan keterlambatan dalam penanganan kasus.
Isu pengasuhan anak menjadi sorotan utama dengan total 1.097 kasus. Masalah dalam kategori ini meliputi konflik orang tua yang berdampak pada pengasuhan anak, perebutan hak asuh, serta anak yang kehilangan akses terhadap identitas hukum.
Orang tua kandung tercatat sebagai pelaku dominan dalam laporan ini, dengan ayah sebagai pelaku dalam 259 kasus dan ibu dalam 173 kasus. KPAI mencatat bahwa kurangnya pendidikan pengasuhan dan minimnya intervensi pemerintah daerah turut memperparah situasi.
Kekerasan seksual terhadap anak juga menjadi perhatian serius, dengan 265 kasus dilaporkan sepanjang 2024. Tujuh kasus terjadi di lembaga pendidikan dan pengasuhan alternatif. KPAI menyoroti lemahnya pemahaman aparat penegak hukum terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, serta masih adanya penyelesaian damai meski pelaku adalah orang dewasa.
Dalam beberapa kasus, korban bahkan tidak mendapatkan layanan pemulihan karena tidak tersedianya tenaga konselor maupun psikolog di wilayah mereka.
Selain itu, tercatat 240 kasus kekerasan fisik dan psikis terhadap anak, serta 241 kasus anak yang haknya dalam bidang pendidikan, budaya, agama, dan waktu luang terhambat. Kasus kejahatan digital seperti pornografi dan cyberbullying juga muncul, dengan 41 anak menjadi korban.
Baca Juga: 10 Hak Anak Fundamental yang Wajib Diketahui, Apa Saja? |