Cadewas KPK Heru Kreshna Reza. Foto: Tangkapan layar Youtube DPR.
Fachri Audhia Hafiez • 21 November 2024 11:13
Jakarta: Calon Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Heru Kreshna Reza tak setuju tersangka kasus korupsi dipamerkan saat konferensi pers. Menurut dia, hal itu membunuh karakter.
"Tersangka dipamerkan, kalau saya pribadi pak saya tidak setuju karena itu membunuh karakter pak," kata Heru saat uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 21 November 2024.
Heru menyatakan hal itu lantaran ditanya pendapatnya oleh Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet). Heru mengatakan para tersangka harus dilindungi karena menjunjung asas praduga tak bersalah.
"Karena bagaimana pun juga mereka harus dilindungi dengan asas praduga tak bersalah, artinya harus dimanusiakan sampai nanti dibuktikan bahwa dia salah atau tidak," ujar Heru.
Dia menekankan bahwa hanya proses peradilan yang akan menyatakan tersangka bersalah atau tidak. Proses itu lebih bermartabat karena berlandaskan pembuktian perkara.
"Yang penting kasusnya kita peroleh dan dapat dibuktikan bahwa yang bersangkutan bersalah dan lewat proses peradilan yang bersangkutan salah itu jauh lebih cukup dan lebih bermartabat menurut saya," ujar Heru.
Sebelumnya, Bamsoet menanyakan ihwal pengumuman sebuah kasus kerap memamerkan tersangka. Dia mencontohkan Kejaksaan Agung yang kerap melakukan hal itu.
"Kejaksaan sudah mulai melakukan cara-cara ini. Misalnya ketika press conference, pengumuman seseorang tersangka, dipajang dengan seluruh barang bukti yang didapat," ucap Bamsoet.
Padahal, lanjut dia, peran asas praduga tak bersalah serta asas hukum universal orang ini belum bisa dinyatakan bersalah. Karena belum melalui proses pengadilan.
"Tapi dengan pengumuman itu, ini sudah mematikan semua hak-hak perdata. Sudah divonis, bersalah, padahal belum bisa dibuktikan di pengadilan," kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menilai bahkan barang bukti yang dipamerkan aparat penegak hukum juga bisa patut diduga sekadar rekayasa. "Sekadar rekayasa atau didapatkan secara tidak sah melalui cara-cara yang melanggar hukum, yang tidak patut, yang melanggar apa yang sudah diatur dalam hukum kita," ucap Bamsoet.