Gedung Merah Putih KPK. Medcom.id/Candra Yuri Nuralam
Candra Yuri Nuralam • 16 October 2023 10:30
Jakarta: Sikap Dewan Pengawas (Dewas) menindaklanjuti kabar pemerasan dalam penanganan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) dipertanyakan. Polda Metro Jaya lebih maju menanganinya ketimbang instansi pemantau itu.
"Mestinya Dewas KPK memang di depan, dia harus tahu, karena di dalam dia, dalam sistem KPK," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada Medcom.id, Senin, 16 Oktober 2023.
Boyamin menyebut Dewas masih menjadi bagian dari KPK. Mereka seharusnya lebih tahu dugaan pemerasan itu jika fungsinya dijalankan dengan baik.
"Kalau penyidik KPK itu nakal, Dewas itu harusnya sudah tahu siapa, apalagi pimpinan, karena tugasnya mengawasi hari-hari, tiap hari, tiap jam, tiap menit," ucap Boyamin.
Dewas seharusnya bisa lebih proaktif menindaklanjuti dugaan pemerasan tersebut. Salah satunya, kata Boyamin, bisa dengan memanggil pihak-pihak terkait.
"Harus proaktif jemput bola dengan cara mendatangi pihak-pihak yang disebut, misalnya penghubung, Kombes Irwan Anwar di Semarang secara diam-diam ditemui misalnya," ujar Boyamin.
Dewas diminta tidak tinggal diam dengan dugaan pemerasan dalam penanganan kasus di Kementan. Mereka disarankan menyerap perkembangan kasus di Polda Metro Jaya untuk mengambil langkah lanjutan.
"Karena menurut saya apa yang telah dilakukan penyidik Polda itu sudah memenuhi barang matang, karena dia sudah penyidikan," kata Boyamin.
Menurut Boyamin, perkembangan penyidikan dugaan pemerasan di Polda Metro Jaya cukup sebagai bahan persidangan etik untuk Dewas. Sebab, kata dia, yang dicari cuma pelanggaran etika, bukan pidana.
"Dan dengan sudah penyidikan gitu kan sudah ketahuan alurnya, jadi mestinya Dewas menyerah hasil dari Polda dan dibawa untuk persidangan dewan etik. Karena memang etik itu belum tentu melanggar hukum. Tapi, kalau hukum pasti melanggar etik. Jadi, mestinya lebih duluan etik ini," kata Boyamin.
Kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK telah naik ke tahap penyidikan usai gelar perkara pada Jumat, 6 Oktober 2023. Polda Metro Jaya telah menerbitkan surat perintah (sprint) penyidikan, guna melakukan serangkaian penyidikan mencari dan mengumpulkan bukti untuk penetapan tersangka.
Total 13 saksi diperiksa dalam tahap penyidikan. Mereka di antaranya mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar, dan ajudan Ketua KPK Kevin Egananta.
Polda Metro akan memeriksa Direktur Pelayanan dan Pengaduan Masyarakat (Dumas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tomi Murtomo pada Senin, 16 Oktober 2023. Sementara itu, panggilan terhadap Ketua KPK Firli Bahuri baru akan dijadwalkan.
Terlapor dalam kasus ini adalah pimpinan KPK. Polisi mempersangkakan terlapor Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP.
Kasus ini berawal saat ada aduan masyarakat (dumas) masuk ke Polda Metro Jaya pada Sabtu, 12 Agustus 2023 terkait kasus dugaan korupsi berupa pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Kemudian, polisi menerbitkan surat perintah pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) pada Selasa, 15 Agustus 2023, sebagai dasar pengumpulan bahan keterangan atas informasi atau pengaduan masyarakat tersebut.
Selanjutnya, surat perintah penyelidikan diterbitkan pada 21 Agustus 2023. Sehingga, tim penyelidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan serangkaian upaya penyelidikan menemukan apakah ada peristiwa pidana yang terjadi dari aduan masyarakat tersebut.
Dalam proses penyelidikan, dilakukan serangkaian klarifikasi atau permintaan keterangan kepada beberapa pihak. Pemeriksaan dilakukan mulai 24 Agustus 2023.