ASN pada Direktorat Keselamatan Perkeretaapian DJKA Kemenhub Eddy Kurniawan Winarto (EKW) dan Muhlis Hanggani Capah (MHC). Foto: Dok. YouTube KPK.
Candra Yuri Nuralam • 1 December 2025 21:10
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penahanan terhadap tersangka dalam kasus dugaan suap dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek jalur kereta api. Keduanya yakni ASN pada Direktorat Keselamatan Perkeretaapian DJKA Kemenhub Eddy Kurniawan Winarto (EKW) dan Muhlis Hanggani Capah (MHC).
“Ditahan untuk 20 hari pertama sejak tanggal 1 Desember 2025 sampai dengan 20 Desember 2025,” kata pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 1 Desember 2025.
Kedua orang itu mengurusi proyek jalur kereta di wilayah Medan. Mereka akan mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Klas I Jakarta Timur. KPK bisa memperpanjang penahanan mereka jika dibutuhkan.
Dalam kasus ini, Muhlis dan Eddy merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan pada 2021 sampai 2024. Muhlis diduga telah menyalahgunakan kewenangannya dengan mengondisikan paket pekerjaan emplasemen dan bangunan Stasiun Medan tahap II.
Dalam kasus ini, Muhlis diduga memenangkan perusahaan tertentu yang dengan dalih adanya ‘asistensi’. Kasus ini masih berkaitan dengan perkara dengan terpidana Dion Renata Sugiarto, yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Gedung KPK. Foto: Metrotvnews.com/Candra Yuri Nuralam.
Dalam kasus ini, Muhlis diduga menerima suap Rp1,1 miliar dari 2022 sampai 2023 dengan cara transfer dan tunai. Sementara itu, Eddy menerima Rp11,23 miliar dari September 2022 sampai Oktober 2025.
“Secara transfer ke rekening yang ditentukan oleh EKW,” ucap Asep.
Uang suap itu diberikan pemberi karena khawatir tidak bisa memenangkan proyek. Dana diberikan karena para tersangka merupakan pihak berwenang dalam proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur
kereta di wilayah Medan.
Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.