Penyaluran Bansos Disebut Sebagai Bentuk Kamuflase Menangkan Paslon Tertentu

22 April 2024 15:05

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menilai penyaluran bantuan sosial (bansos) oleh pemerintah bentuk kamuflase untuk memenangkan pasangan capres-cawapres tertentu. Hal ini disampaikan Saldi dalam dissenting opinion menyikapi putusan permohonan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) diajukan kubu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN).

"Program dimaksud pun dapat digunakannya sebagai kamuflase dan dimanfaatkan sekaligus sebagai piranti dalam memberi dukungan atas pasangan calon peserta pemilu presiden dan wakil presiden," kata Saldi saat persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, 22 April 2024.

Saldi mengaitkan penyaluran bansos dengan hakikat penggunaan keuangan negara. Penggunaan keuangan negara untuk penyaluran bansos yang merupakan bersumber dari keuangan publik jadi persoalan bila digunakan tidak sesuai ketentuan.

"Sebab, penggunaan keuangan negara yang tidak sesuai ketentuan dapat diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan. Padahal, secara konstitusional, hakikat keuangan negara harus digunakan bagi kepentingan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (vide Pasal 23 ayat (1) UUD 1945) tanpa boleh ditunggangi untuk kepentingan yang bersifat pribadi maupun segelitir kelompok," ucap Saldi.
 

Baca juga: Hakim MK: Penyaluran Bansos Sah dan Legal

Saldi mengatakan tidak sedikit literatur ilmiah serta kajian akademik di bidang politik dan hukum yang mengulas mengenai penggunaan keuangan negara dalam bentuk implementasi program pemerintah. Lalu, digunakan sebagai salah satu bentuk strategi memenangkan pemilu, khususnya dalam pemilu yang diikuti petahana (incumbent).

"Banyak ahli telah meneliti dan membahas strategi demikian, antara lain dengan menggunakan konsep political budget cycle. Dalam hal ini, petahana akan menggenjot implementasi program pemerintah, khususnya dalam waktu yang berdekatan/berhimpitan dengan jadwal penyelenggaraan pemilu yang akan diikutinya," ucap Saldi.

Ia menuturkan presiden yang saat ini memegang jabatan dan tidak menjadi peserta dalam pemilu, memiliki hak untuk memberikan dukungan politiknya kepada salah satu pasangan calon peserta pemilihan. Konsekuensinya, Presiden juga memiliki kesempatan melakukan kampanye dalam rangka memengaruhi pemilih untuk memberikan suaranya kepada pasangan calon yang didukungnya.

Akan tetapi, kata Saldi, dukungan tersebut semestinya adalah dalam kapasitasnya sebagai pribadi, bukan sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan yang masih harus menyelesaikan program-program pemerintahannya. Saldi mengakui pada titik ini sulit untuk menilai tindakan seorang presiden sebelum dan selama penyelenggaraan pemilu.

"Dalam hal ini, orang yang memegang jabatan tertinggi di jajaran pemerintahan tersebut dapat saja berdalih bahwa percepatan program yang dilakukannya adalah dalam rangka menyelesaikan program pemerintahan yang akan habis masa jabatannya," jelas Saldi.

Majelis hakim MK menjatuhkan putusan menolak seluruh permohonan gugatan PHPU atau sengketa terkait Pilpres 2024 yang diajukan kubu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Perkara PHPU yang diajukan Anies-Muhaimin bernomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat persidangan.

Tiga hakim konstitusi menyatakan dissenting opinion terhadap putusan tersebut. Yakni, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat serta Saldi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Silvana Febriari)