Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar, Nurul Arifin mengaku gemas dengan kebocoran data masyarakat yang terus berulang. Nurul Arifin menyinggung soal bocornya 6 juta data NPWP. Termasuk di dalamnya adalah milik Presiden Joko Widodo oleh Hacker Bjorka.
“Gemes soalnya digital services atau layanan digital ini memang tidak sederhana lagi-lagi selain soal teknologi, juga soal SDM,” kata Nurul, baru-baru ini.
Menurutnya, pemerintah boleh menggunakan teknologi dari mana saja. Asalkan, kebocoran data tidak merugikan masyarakat.
“Kita mau pakai teknologi dari mana sih? Dari Amerika? Dari China? Dari Jepang? Dari India?
Wherever (dari manapun) deh. Tapi tolong dong jangan sampai
kebocoran-kebocoran ini merugikan publik terus,” ujar Nurul.
Nurul menginginkan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) di dunia teknologi dilakukan secara professional dan tidak melibatkan nepotisme kekeluargaan. Sebab, hal itu bisa merugikan kinerja pengamanan data nasional.
“Jadi saya pengin ada tindakan yang komprehensif kalau memang tidak ada, kekurangan sumber daya manusianya, cetak dong. Cetaknya juga dengan rekrutmen profesional. Bukan misalnya saudara direkrut, keluarga direkrut untuk bekerja di institusi tersebut tanpa
skill,” tutur Nurul.
Nurul pun menuturkan pentingnya meningkatkan literasi teknologi bagi petugas
data center agar tidak terjadi kembali keteledoran dalam pengamanan data.
“Kita harus memelihara ataupun menjaga bangsa ini untuk menjadi bangsa yang besar, supaya 2045 Indonesia emas Indonesia maju bisa teralisasi. Literasi pengguna teknologi yang bisa mengakses
data center juga harus kita tingkatkan kesadarannya, karena berdasarkan kesimpulan yang kita dapatkan dari beberapa insiden yang terjadi, pada umumnya terjadi keteledoran dalam mengakses,” pungkas Nurul.
Sebagaimana diketahui, Hacker Bjorka beraksi kembali dengan membocorkan jutaan data Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan. Setidaknya ada 6 juta data Nomor Induk Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dibocorkan dan dijual Bjorka, di Bridge Forums. Dari jutaan data tersebut, tampak diantaranya milik Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.
Pakar keamanan siber Pratama Persada mengatakan data yang dijual oleh Bjorka kemungkinan valid. “Kami mencoba melakukan checking karena yang ditaruh di nomor satu adalah datanya Pak Jokowi. Sayangnya itu sudah tidak valid, mungkin telah diubah. Namun data milik Kaesang dan Gibran masih valid ketika kami cek di Dirjen Pajak,” ungkap Pratama dalam tayangan Metro Hari Ini, Metro TV, Kamis, 19 September 2024.
Dalam sampel data yang dibuka oleh Bjorka, ada 10 nama teratas merupakan nama-nama orang terkenal di Indonesia. Menurut Pratama, si peretas memahami siapa pejabat-pejabat tinggi di Indonesia.
Nama-nama pejabat dan publik figur yang terdapat dalam sampel data curian Bjorka adalah berikut,
- Joko Widodo
- Gibran Rakabuming Raka
- Kaesang Pangarep
- Budi Arie Setiadi
- Sri Mulrani Indrawati
- Yustinus Prastowo
- Pratikno
- Erick Thohir
- Muhadjir Effendy
- Yaqut Cholil Qoumas
- Zulkifli Hasan
- Hadi Tjahjanto
- Airlangga Hartanto
Data tersebut dijual Bjorka senilai USD10 ribu atau Rp150 juta. Menurut Pratama, peretas menjual data rahasia tersebut dengan harga murah agar banyak yang membeli.