Nasional • 2 months ago
Siapa menguasai data, ia akan menguasai dunia. Begitu menurut sejumlah pakar teknologi. Data bisa diekstrasi atau diolah untuk berbagai kepentingan, baik untuk tujuan politik maupun ekonomi. Itu sebab mengapa banyak negara begitu hati-hati melindungi data warganya. Sebaliknya, warga pun perlu waspada untuk melindungi data pribadi mereka dan tidak mudah mengumbarnya lewat berbagai platform aplikasi media sosial.
Sayangnya, di negeri ini, kesadaran itu masih sangat minim. Ironisnya, negara, yang seharusnya melindungi data warganya, justru berkali-kali malah kecolongan. Kasus dugaan kebocoran ratusan juta data penduduk Indonesia yang katanya diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri yang terjadi baru-baru ini, tentu sangat memprihatinkan. sekaligus mengkhawatirkan. Apalagi, ini bukan kali pertama terjadi.
Maka wajar jika peran dan kemampuan Dukcapil, sebagai lembaga yang notabene dipercaya menyimpan data, dipertanyakan. Mampukah, misalnya, mereka menjaga kerahasiaan sejumlah data itu dari godaan maupun kepentingan-kepentingan pihak tertentu, baik untuk tujuan ekonomi maupun politik. Apalagi, di era sekarang. Data ibarat emas atau migas, siapa pun tentu ingin menambangnya, termasuk untuk kepentingan Pemilu.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, tentunya juga membawa konsekuensi dan tanggung jawab bagi Dukcapil, bukan hanya Komisi Pemilihan Umum. Kedua lembaga ini tentunya dituntut memiliki mekanisme dan pedoman agar akuntabilitas dan kerahasiaan data bisa berjalan beriringan.
Oleh karena itu, kasus kebocoran data ratusan juta penduduk yang terjadi baru-baru ini, tentu harus dijelaskan ke publik, baik penyebab, cara penanggulangannya, maupun tindakan hukum kepada pelakunya agar kejadian semacam ini tidak terus berulang. Apalagi regulasinya sudah jelas. DPR kiranya juga perlu memanggil instansi terkait, termasuk menteri dalam negeri yang menaungi Dukcapil untuk menjelaskan perkara ini.
Ke depan, mungkin juga perlu dikaji tentang posisi lembaga yang mengurus kependudukan agar menjadi institusi tersendiri seperti Badan Pusat Statistik (BPS) atau Badan Pangan Nasional, bukan lagi di bawah Kementerian Dalam Negeri. Hal itu bertujuan agar lembaga ini bisa bekerja lebih profesional dan bebas dari intervensi maupun kepentingan pihak mana pun. Untuk mewujudkan ini, tentu dibutuhkan sumber daya manusia yang berintegritas maupun infrastruktur penunjang yang berkualitas, bukan abal-abal.