Ilustrasi mata uang rupiah dan dolar AS. Foto: MI/Susanto.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari ini kembali mengalami penguatan.
Mengutip data Bloomberg, Kamis, 26 Juni 2025, rupiah pada pukul 09.14 WIB berada di level Rp16.270,5 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat sebanyak 29,5 poin atau setara 0,18 persen dari Rp16.300 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.287 per USD. Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan kembali menguat.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.250 per USD hingga Rp16.300 per USD," ujar Ibrahim dalam analisis harian.
Gencatan senjata Iran-Israel
Menurut Ibrahim, pergerakan rupiah hari ini dipengaruhi pandangan investor yang mencermati pembicaraan
gencatan senjata Israel, Iran, dan Presiden AS Donald Trump. Trump mengumumkan gencatan senjata bertahap antara Israel dan Iran, menyerukan kedua belah pihak untuk menegakkan perjanjian tersebut.
Namun, skeptisisme tetap ada tentang keberlangsungan gencatan senjata, karena Trump dengan cepat mengutuk kedua negara karena melanggar kesepakatan segera setelah deklarasinya. Meski begitu, pengumumannya telah meningkatkan harapan konflik 12 hari yang ditandai dengan serangan udara mematikan itu akhirnya akan berakhir.
Selain itu, Ketua Federal Reserve Jerome Powell memperingatkan kebijakan tarif Trump yang lebih tinggi dapat mulai mendorong inflasi pada musim panas ini. Periode tersebut akan menjadi kunci bagi pertimbangan bank sentral AS dalam memangkas suku bunga.
Hal tersebut disampaikan Powell saat menjawab pertanyaan anggota Kongres AS dalam sidang Komite Jasa Keuangan DPR AS pada Selasa (24/6) waktu setempat. Powell mendapat tekanan dari anggota Partai Republik terkait alasan The Fed belum memangkas suku bunga, seperti yang didesak oleh Trump.
"Menurut Powell, dirinya dan banyak pejabat The Fed memperkirakan inflasi akan mulai naik dalam waktu dekat, sehingga bank sentral belum merasa perlu segera menurunkan biaya pinjaman," papar Ibrahim.
(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
Ekonomi Indonesia rentan ketidakpastian
Dari dalam negeri, Ibrahim mengungkapkan Bank Dunia (World Bank) mengingatkan perekonomian Indonesia rentan terhadap ketidakpastian global. Di tengah kondisi memanasnya geopolitik seperti saat ini sangat berisiko mengalami pelemahan ekonomi lebih lanjut.
Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7 persen pada 2025 dan di level 4,8 persen pada 2026. Perkiraan ini melanjutkan penurunan ekonomi Indonesia yang pada kuartal I-2025 sudah meninggalkan level lima persen, yaitu hanya sebesar 4,87 persen.
"Tekanan perekonomian global yang terjadi menghambat prospek penciptaan lapangan kerja dan mengurangi upaya untuk mengatasi kemiskinan ekstrem karena kinerja perdagangan memburuk dan investasi asing menjadi lebih lemah. Pada saat yang sama, aliran modal menjadi tidak stabil sehingga secara umum terjadi tekanan pada keseluruhan ekonomi makro di setiap negara," jelas Ibrahim.
Rentannya ekonomi Indonesia, dapat direspons dengan konsistensi pemerintah dalam melakukan reformasi struktural. Reformasi struktural itu di antaranya ialah deregulasi, perbaikan iklim usaha, peningkatan investasi swasta dan penguatan kualitas sumber daya manusia, yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas ekonomi dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang lebih baik dan memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.