Rupiah. Foto: Metrototvnews.com/Husen.
Husen Miftahudin • 10 December 2025 10:07
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari ini mengalami pelemahan tipis.
Mengutip data Bloomberg, Rabu, 10 Desember 2025, rupiah hingga pukul 09.58 WIB berada di level Rp16.687 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah tipis 11 poin atau setara 0,07 persen dari Rp16.676 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.672 per USD. Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan kembali melemah.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.670 per USD hingga Rp16.710 per USD," jelas Ibrahim.
'Harap-harap cemas' investor menanti keputusan suku bunga Fed
Ibrahim mengungkapkan, pergerakan kurs rupiah hari ini dipengaruhi oleh ekspektasi pemangkasan
suku bunga sebesar 25 basis poin oleh The Fed yang tetap kuat. Pasar berjangka saat ini memperkirakan peluang sebesar 87 persen bank sentral AS akan melonggarkan kebijakan pada 10 Desember.
"Ini mencerminkan harapan inflasi yang lebih rendah atau data ketenagakerjaan dapat mendorong langkah tersebut," jelas Ibrahim.
Namun, ada kehati-hatian di antara beberapa investor karena sinyal beragam dari para pembuat kebijakan, yang baru-baru ini menggarisbawahi ketidakpastian seputar kekuatan ekonomi AS yang membuka kemungkinan siklus pelonggaran yang lebih bertahap atau tertunda.
"Fokus pasar hari ini pada laporan ketenagakerjaan AS menjelang keputusan suku bunga Fed. Rata-rata empat minggu ADP Employment Change dan JOLTS Job Openings untuk September dan Oktober akan menjadi sorotan utama. Jika hasilnya lebih lemah dari perkiraan, hal ini dapat meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga AS," tutur dia.
(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
Indonesia diingatkan soal kenaikan utang
Di sisi lain, Bank Dunia mengingatkan utang luar negeri jangka pendek Indonesia yang kenaikannya sempat 'mengguncang' stok utang jangka pendek kawasan Asia Timur dan Pasifik pada 2024 atau di era Presiden Jokowi. Berdasarkan laporan Bank Dunia dalam International Debt Report 2025, kenaikan utang jangka pendek Indonesia pada 2024 mencapai 29,1 persen.
Nilainya mencapai USD65,12 miliar atau setara Rp1.074 triliun (kurs Rp16.500 per USD). Tahun sebelumnya, utang luar negeri jangka pendek Indonesia mencapai USD50,45 miliar (Rp832,4 triliun).
Bank Dunia mencatat, lonjakan kenaikan utang jangka pendek itu dipicu agresivitas penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) pada periode itu, sebagai instrumen operasi moneter, mempertahankan nilai tukar rupiah, dan menarik aliran modal asing.
Efek dari lonjakan utang jangka pendek itu menurut Bank Dunia turut mendorong kenaikan utang luar negeri jangka pendek kawasan Asia Timur dan Pasifik sebesar 12,7 persen menjadi USD201,7 miliar. Hampir setengah dari arus masuk di 2024 adalah arus masuk utang jangka pendek ke Indonesia, yang naik menjadi USD14,3 miliar, dari rata-rata USD1,6 miliar pada 2022 dan 2023.
Bank Dunia mencatat, pada 2024 total stok utang luar negeri Indonesia adalah sebesar USD421,05 miliar. Mayoritas berasal dari stok utang luar negeri jangka panjang USD347,54 miliar, atau naik dari catatan per 2023 sebesar USD340,52 miliar. Sedangkan nilai stok utang luar negeri itu setara dengan 135 persen dari ekspor, dan 31 persen dari pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI). Adapun nilai GNI pada 2024 sebesar USD1.359,44 miliar.