Ilustrasi. Medcom
Devi Harahap • 29 June 2025 15:01
Jakarta: Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Ahmad Irawan, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisah penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah. Dia menyebut putusan MK menyalahi aturan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Putusan MK itu salah. Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 secara tekstual dan eksplisit menentukan pemilihan umum dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan salah satunya adalah untuk memilih anggota DPRD,” kata Irawan dalam keterangannya, Minggu, 29 Juni 2025.
Menurut Irawan, putusan MK ini harus dikritik meskipun bersifat final dan mengikat. Irwan mengatakan kritik terhadap putusan yang dianggap keliru merupakan bagian dalam sistem hukum.
“Kita tidak bisa lagi basa-basi bahwa putusan MK final dan binding yang harus kita hormati dan laksanakan,” ucap dia.
Selain itu, kata Irawan, revisi Undang-Undang Pemilu tidak lagi memadai untuk menata sistem kepemiluan. Menurut dia, legislator harus melakukan koreksi dan penataan secara komprehensif dan konstitusional dengan melakukan amendemen UUD 1945, karena MK sudah terlalu jauh memasuki urusan legislatif.
“MK juga sudah jauh masuk memasuki ranah legislatif dan teknis implementasi,” ujar dia.
Irawan mengatakan pengaturan tentang pemilu seharusnya menjadi kewenangan legislator dan pemisahan pelaksanaan pemilu harus konstitusional sesuai dengan yang ditentukan UUD 1945.
“UUD 1945 tekstual dan eksplisit bunyinya begitu. Terus MK menggunakan tafsir dan pertimbangan apa sehingga putusannya harus bertentangan dengan UUD 1945. Pemisahan dan design penyelenggaraan pemilu harus jadi bagian dari constitutional engineering yang akan dilakukan oleh pembentuk undang-undang,” terang dia.
Baca Juga:
KPU: Pemisahan Pemilu Nasional-Lokal Jawab Masalah Kelelahan Penyelenggara |