Putri Purnama Sari • 15 October 2025 16:58
Jakarta: Ejaan Van Ophuijsen adalah sistem ejaan pertama untuk bahasa Melayu (yang kemudian menjadi cikal bakal bahasa Indonesia). Ejaan itu disusun Charles Adriaan van Ophuijsen, seorang ahli bahasa Melayu berdarah Belanda yang lahir di Solok, Sumatra Barat, pada 1901.
Ejaan ini digunakan secara luas di Hindia Belanda dan menjadi dasar dalam penulisan bahasa Melayu baku sebelum akhirnya digantikan oleh ejaan-ejaan yang lebih modern seperti Ejaan Republik (1947), Ejaan yang Disempurnakan (EYD, 1972), Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) hingga Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) Edisi V yang berlaku sekarang.
Sistem ejaan ini berfungsi untuk menyatukan cara penulisan bahasa Melayu dalam berbagai dokumen, buku pelajaran, dan surat kabar, karena sebelumnya belum ada standar resmi dalam penulisan bahasa tersebut.
Ciri-Ciri Ejaan Van Ophuijsen
Beberapa ciri khas Ejaan Van Ophuijsen yang membedakannya dari ejaan modern antara lain:
- Huruf “oe” digunakan untuk bunyi "u" contoh: goeroe (guru), boenga (bunga), doeloe (dulu).
- Huruf “j” melambangkan bunyi "y" contoh: saja (saya), jang (yang), sajang (sayang).
- Huruf “ch” digunakan untuk bunyi "kh" contoh: achir (akhir), chasiat (khasiat).
- Huruf “tj” digunakan untuk bunyi "c" contoh: tjahaja (cahaya), tjara (cara), tjampur (campur).
- Huruf “dj” melambangkan bunyi "j" contoh: djalan (jalan), djika (jika), Djakarta (Jakarta).
Ejaan ini banyak dipakai pada buku-buku sekolah, surat kabar, dan karya sastra awal abad ke-20.
Sejarah Singkat Ejaan Van Ophuijsen
Pada akhir abad ke-19, bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar utama di wilayah Hindia Belanda, terutama di sekolah-sekolah dan administrasi pemerintahan. Namun, penulisannya belum seragam.
Melihat hal ini, pemerintah kolonial Belanda menunjuk Charles Adriaan van Ophuijsen untuk menyusun sistem ejaan resmi bahasa Melayu dalam huruf Latin. Hasilnya diterbitkan pada tahun 1901 dengan judul Kitab Logat Melajoe.
Ejaan ini digunakan secara luas hingga masa Sumpah Pemuda 1928, ketika bahasa Melayu mulai diakui sebagai “Bahasa Indonesia”, simbol persatuan bangsa yang baru tumbuh.
Kaitan Ejaan Van Ophuijsen dengan Sumpah Pemuda
Pada 28 Oktober 1928, para pemuda Indonesia dari berbagai daerah mendeklarasikan
Sumpah Pemuda yang berisi ikrar satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan Bahasa Indonesia.
Saat itu, bahasa Indonesia masih ditulis dengan Ejaan Van Ophuijsen. Artinya, sumpah bersejarah tersebut secara tertulis masih menggunakan bentuk ejaan lama.
Contoh penulisan naskah asli Sumpah Pemuda dengan ejaan Van Ophuijsen:
Kami poetra dan poetri Indonesia,
Mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia,
Mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia,
Mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.
Dengan demikian, Ejaan Van Ophuijsen menjadi saksi penting dalam
sejarah lahirnya Bahasa Indonesia, bahasa yang mempersatukan bangsa dari ratusan suku dan bahasa daerah.