Gedung DPR. Foto: MI/Bary Fathahillah.
Jakarta: Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan DPR harus segera menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 20 persen. Putusan ini harus segera direalisasikan dalam bentuk undang-undang (UU) pemilu hingga partai politik.
"Kesungguhan dan keseriusan dari DPR dan pemerintah dalam pembentukan UU harus dijalankan dengan menghormati konstitusi dan putusan MK. DPR harus betul-betul mempersiapkan dengan baik aturan legislasinya," ujar Feri saat dihubungi, Rabu, 8 Januari 2025.
Feri menilai keputusan MK yang final, mengikat, dan wajib ditaati itu harus dibahas dan dituangkan dalam UU Pemilu tahun ini. Hal ini untuk menghindari konflik kepentingan yang berpotensi menjadi bancakan kelompok tertentu dan justru akan memperlemah putusan.
"Harus selesai tahun 2025, tidak boleh lewat dari 2025 karena jika sudah lewat dari itu, akan banyak sekali kepentingan politik yang dinegosiasikan. Sistem itu harus dibangun agar yang berkontestasi bisa bertarung secara adil tanpa bermain kecurangan," kata dia.
Menurut dia, putusan MK sudah sejalan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 terkait pencalonan presiden. Dari sisi positif, kata dia, kebijakan ini akan membuka ruang persaingan sehat dalam pemilihan presiden.
Feri menuturkan
putusan MK ini harus dibarengi perbaikan sistem partai politik. Dengan begitu, dapat melahirkan kader yang unggul dan mengusung figur yang kompeten serta memiliki daya tarik di mata publik.
"Calon presiden harus betul-betul memenuhi janjinya kepada publik, orang-orang yang betul-betul punya track record yang baik karena merekalah yang akan disukai oleh pemilih dan akan memberikan efek penggelembungan suara yang baik dalam Pemilu," ungkapnya.
Feri tak memungkiri meski telah diberlakukan presidential threshold, hal ini tidak serta merta dapat menghapus praktik politik dinasti dan praktik kecurangan lainnya. DPR diharapkan lebih jeli dalam menyusun aturan legislasi.
"Putusan MK ini tentu menjadi pintu yang sangat baik bagi demokrasi konstitusional kita di masa depan, tetapi publik harus sadar bahwa untuk menjaganya butuh partisipasi publik bersama untuk melindungi apa yang sudah dilakukan oleh MK," jelasnya.
Putusan MK ini merupakan respons atas permohonan perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. Dalam amar putusannya, Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.