Siti Yona Hukmana • 8 October 2025 12:02
Jakarta: Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri mengusut dugaan aliran dana empat tersangka kasus korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) I di Desa Jungkat, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2018. Keempatnya bakal dijerat pasal terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Keempat tersangka itu meliputi Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) periode 2008-2009 berinisial FM; Dirut PT BRN, RR; dan Dirut PT Praba, HYL. Kemudian, Presiden Direktur PT BRN sekaligus adik kandung dari Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla (JK), Halim Kalla.
"Untuk perkara-perkara yang in line dengan P2A (Penelusuran dan Pengamanan Aset), itu kami in line. Jadi, kami juga berjalan untuk penelusuran dana dan aset terhadap para pihak. Ada beberapa yang sudah kami dapatkan, mungkin nanti kami akan rilis kemudian," kata Kakortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo dikutip Rabu, 8 Oktober 2025.
Cahyono mengatakan beberapa pihak diduga sudah menerima aliran dana. Namun, Kortas Tipidkor perlu beberapa bukti untuk mendalami dan menyempurnakan penemuan itu.
"Mungkin akan kami rilis pada kemudian hari. Ada beberapa pihak yang sudah ada. Jumlahnya bervariasi, ini ada ratusan juta ada ya? sampai miliaran, bahkan puluhan miliar. Mungkin itu ya sementara," ujar Cahyono.

Kakortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo (tengah). Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.
Sementara, terkait jerat TPPU masih didalami. Cahyono mengatakan pekerjaan yang diberikan kepada PT BRN ini sub kontraknya diberikan penuh kepada PT Praba Indopersada. Permasalahan awal muncul di PT Praba ketika alat-alatyang dikirim di bawah spesifikasi.
"Sehingga, ini mengakibatkan juga sangat kompleks lah permasalahan mangkrak itu," ujar Cahyono
Selain itu, ditemukan tenaga kerja yang dilibatkan dari Tiongkok justru bermasalah. Yakni, tidak ada surat izin pekerjaan.
"Itu dari pihak tenaga kerja asing, sehingga pekerja China ini dikembalikan, dideportasi," ujar Cahyono.
Tindak pidana korupsi ini berawal pada 2008. Awalnya, PT PLN mengadakan lelang ulang untuk pekerjaan PLTU 1 Kalimantan Barat dengan kapasitas output sebesar 2x50 MW di kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat.
Dalam proses lelang, tersangka FM selaku Dirut PLN periode 2008-2009 telah bermufakat untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan tersangka RR selaku pihak PT BRN. Selanjutnya, dalam pelaksanaan lelang diketahui bahwa Panitia Pengadaan atas arahan FM telah meloloskan dan memenangkan KSO BRN Alton UGSC, meskipun tidak memiliki syarat teknis maupun administrasi.
Selain itu, diduga kuat bahwa perusahaan Alton UGSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN. Kemudian, pada 2009 sebelum dilaksanakan penandatanganan kontrak KSO BRN telah mengalihkan seluruh pekerjaan kepada PT Praba Indopersada, dengan Dirut inisial HYL.
Dalam kesepakatan itu, ada pemberian imbalan fee kepada PT BRN. Selanjutnya, tersangka HYL diberi hak sebagai pemegang keuangan KSO BRN.
PT Praba diduga tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek PLTU di Kalimantan Barat. Kemudian, pada 11 Juni 2009 dilakukan panandatanganan kontrak oleh tersangka FM, dengan tersangka RR dengan nilai kontrak 80.848.341 USD dan Rp507.424.168.000 atau total kurs saat itu Rp1,254 triliun.
Dengan tanggal efektif kontrak 28 Desember 2009 dan masa penyelesaian sampai 28 Februari 2012. Namun, pada akhir kontrak KSO BRN maupun PT Praba Indopersada baru menyelesaikan 57 pekerjaan. Kemudian telah dilakukan 10 kali amandemen terakhir pada 31 Desember 2018.
Ternyata, pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan baru selesai 85,56 persen. Sehingga, PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar dan sebesar 62,4 juta USD setara Rp1,350 triliun. Angka itu merupakan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan berdasarkan analisa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Keempat tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.