Mantan Anggota MPR: Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Tak Sesuai Konstitusi

Pakar Hukum Tata Negara dan mantan anggota MPR Valina Singka Subekti.

Mantan Anggota MPR: Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Tak Sesuai Konstitusi

Arga Sumantri • 6 July 2025 17:04

Jakarta: Pakar Hukum Tata Negara Valina Singka Subekti menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilu nasional dan lokal tidak sesuai dengan konstitusi. Khususnya, Pasal 22e UUD 1945. 

"Secara eksplisit dalam ketentuan undang-undang, memang putusan MK nomor 135 memang tidaklah sesuai yang ada dalam konstitusi. Khususnya Pasal 22e itu," kata Valina dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi III DPR, dikutip pada Minggu, 6 Juli 2025.

Ia membaca putusan MK terkait pemisahan pemilu lebih untuk tujuan yang bersifat praktis. Membaca pertimbangan putusan itu, Vanila membaca MK ingin agar pemilu berjalan lebih efisien dan tujuan idealnya agar kualitas demokrasi lebih baik. 

"Meskipun punya tujuan yang baik, ini bis amenjadi bahan diskusi apakah dengan dipisahkan pemilu memang otomatis akan meningkatkan kualitas demokrasi kita?" tanya Valina. 

Mantan anggota MPR itu mengatakan peningkatan kualitas demokrasi ditentukan oleh banyak variabel, tak hanya pemilu. Ada faktor partai politik dan lain sebagainya.
 

Baca juga: Mantan Hakim MK: Putusan Nomor 135 Bertentangan dengan Konstitusi

Ia juga menilai MK juga kontradiktif dengan putusan sebelumnya soal pemilu. Sejak 2013, setidaknya MK sudah menerbitkan tiga putusan soal pemilu. 

Pertama, putusan Nomor 14 Tahun 2013. Valina mengatakan lewat putusan ini MK memutuskan mengenai pemilu serentak. Tadinya, pemilu legislatif dan presiden-wakil presiden dilakukan terpisah.

"Kemudian di judicial revies ini adalah tidak sesuai dengan maksud konstitusi. Keluarlah putusan MK Nomor 14 Tahun 2013, muncul pemilu serentak. Kita praktikkan di Pemilu 2019 dan 2024. Ini sudah benar putusan ini," ujar dia.

Kedua, MK menerbitkan putusan Nomor 55 Tahun 2019. Putusan ini mengatur mengenai desain atau model keserentakan pemilu. Ada 6 opsi dari MK. Namun, ada ketentuan keputusan desain keserentakan pemilu diserahkan kepada pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR.

Ketiga, yang baru saja dilakukan, yakni putusan Nomor 135 Tahun 2024 tentang pemisahan pemilu nasional dan lokal. Ia mengaku heran dengan keputusan ini lantaran berbeda dengan putusan sebelumnya.

"Padahal Putusan MK Nomor 55 Tahun 2019 mengenai desain seperti apa sudah dikatakan MK diserahkan kepada pembentuk undang-undang," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)