Jakarta: Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Prof. Adrianus Meliala, menilai kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter program pendidikan dokter spesialis (PPDS) terhadap pasien Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, bukan karena gangguan perilaku seksual (fetis). Aksi tersebut murni sebagai tindakan pemerkosaan yang direncanakan.
Berdasarkan penjelasan Adrianus, fetis ditandai oleh gairah seksual terhadap objek bukan seksual. Misalnya sepatu atau pakaian dalam. Sementara dalam kasus ini, pelaku memilih korban yang jelas-jelas merupakan objek seksual.
"Pendekatan fetis tidak cocok diterapkan pada pelaku ini. Karena objeknya adalah perempuan dan aksinya eksplisit seksual," kata Adrianus, dikutip dari Metro Siang Metro TV, Selasa, 15 April 2025.
Menurutnya, meskipun dilakukan pemeriksaan psikologi forensik terhadap pelaku, kemungkinan adanya gangguan perilaku hanya bersifat ringan (mild). Hal tersebut, lanjutnya, tidak cukup untuk menghapus pertanggungjawaban pidana.
"Kalau pun ada indikasi gangguan, itu tidak akan bisa menyampingkan tanggung jawab pidana. Modus yang dilakukan sudah jelas menunjukkan relasi kuasa, perencanaan, dan tindakan yang terstruktur," katanya.
Terkait ancaman hukuman, Adrianus menyebut pelaku bisa dijerat pasal
pemerkosaan yang diperberat dengan unsur perencanaan, pencurian, dan penyalahgunaan fasilitas rumah sakit. Jika unsur pemberatan ini terbukti, pelaku dapat diancam hukuman maksimal.
Tak hanya pelaku, rumah sakit juga dinilai lalai dalam mengawasi aktivitas pelaku di lingkungan kerja. Menurut Adrianus, ada beberapa titik kelalaian yang perlu ditelusuri lebih lanjut oleh pihak berwenang.
"Bagaimana mungkin seorang mahasiswa magang bisa masuk ke lantai kosong tanpa pengawasan? Bisa memperoleh akses ke ruangan tertutup di malam hari? Ini tanda kelalaian. Apalagi CCTV hanya merekam tapi tak pernah dimonitor," ujar Adrianus.
Adrianus mengingatkan agar perhatian publik juga diberikan pada para korban. Ia mendorong Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk segera memberikan perlindungan psikologis dan pendampingan hukum.
"Media terlalu fokus pada pelaku. Padahal, trauma korban luar biasa. Sudah semestinya LPSK turun tangan, dan negara hadir memberikan keadilan kepada mereka," tuturnya.
Seperti Diketahui, Dokter peserta PPDS Universitas Padjajaran (Unpad),
Priguna Anugerah Pratama (31), telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Polda Jabar sejak 23 Maret 2025 atas dugaan pemerkosaan terhadap pasiennya sendiri.
Korban diketahui merupakan anak pasien ICU. Ia dibujuk pelaku ke lantai 7 RSHS dan diberi infus midazolam. Pada saat korban tak sadarkan diri diduga pelecehan dilakukan. Kemudian visum menemukan bekas sperma di tubuh korban dan lokasi kejadian. Kasus ini viral usai diungkap akun @ppdsgramm dan disebarkan oleh @txtdarijasputih.
(Tamara Sanny)