Rupiah. Foto: dok MI.
Husen Miftahudin • 29 October 2025 09:40
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini kembali mengalami pelemahan. Mata uang Garuda tersebut tak sanggup mengambil momentum saat dolar AS tengah melemah terhadap sejumlah mata uang utama dunia.
Mengutip data Bloomberg, Rabu, 29 Oktober 2025, rupiah hingga pukul 09.32 WIB berada di level Rp16.633 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah 25 poin atau setara 0,15 persen dari Rp16.608 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.617 per USD. Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan kembali melemah.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.600 per USD hingga Rp16.630 per USD," jelas Ibrahim.
Kesepakatan dagang AS-Tiongkok
Ibrahim mengungkapkan, nilai tukar rupiah hari ini didukung oleh prospek kesepakatan perdagangan antara
AS dan Tiongkok, dua konsumen minyak terbesar dunia, dengan Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping yang dijadwalkan bertemu pada Kamis di Korea Selatan.
Beijing berharap Washington dapat mencapai kesepakatan di tengah jalan untuk mempersiapkan interaksi tingkat tinggi antara kedua negara, Menteri Luar Negeri Wang Yi menyampaikan hal ini kepada Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio melalui panggilan telepon pada Senin.
Di sisi lain, pasar meningkatkan keyakinan Federal Reserve akan memangkas suku bunga setidaknya 25 basis poin pada akhir pertemuan dua hari pada Rabu. Spekulasi penurunan suku bunga diperkuat oleh data inflasi konsumen yang lemah dari minggu lalu, yang menunjukkan inflasi sedikit menurun pada September.
"Ketidakpastian yang lebih luas atas ekonomi AS, terutama pasar tenaga kerja yang mendingin dan penutupan pemerintah yang sedang berlangsung juga diperkirakan akan mendorong pelonggaran lebih lanjut oleh The Fed," tutur dia.
(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
Strategi kelola rasio utang
Di sisi lain, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa memaparkan strategi utama pemerintah untuk mengelola rasio utang yang mencapai sekitar Rp9.000 triliun. Strategi tersebut berfokus pada efisiensi belanja anggaran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk menekan defisit dan menaikkan rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (tax-to-GDP ratio).
Total utang pemerintah pusat per akhir Juni 2025 adalah Rp9.138,05 triliun, yang terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp7.980,87 triliun dan pinjaman senilai Rp1.157,18 triliun. Angka ini merupakan rasio sebesar 39,86 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Oleh karena itu, pentingnya pengeluaran pemerintah yang optimal agar berdampak maksimal pada perekonomian. Strategi yang pertama adalah anggarannya dibelanjakan, tepat sasaran, tepat waktu, gak ada kebocoran, optimalkan dampak anggaran ke perekonomian.
"Dengan efektivitas belanja ini, pertumbuhan ekonomi akan lebih cepat, didukung oleh perbaikan di sektor penerimaan (pajak dan bea cukai) dan pertumbuhan sektor riil yang kuat. Dan pada gilirannya akan meningkatkan penerimaan pajak," terang Ibrahim.