Peristiwa • 6 months ago
Kapolda Sulawesi Tenagah Irjen Agus Nugroho menyebut pemerkosaan anak di Parigi Moutong (Parimo) oleh 11 tersangka, tidak termasuk tindak pidana pemerkosaan. Pernyataan ini menuai kontroversi dari banyak pihak. Pernyataan ini menuai kontroversi dari banyak pihak. Polda Sulteng kini didesak untuk menggunakan unsur pidana lain di antaranya, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam menangani kasus ini, selain UU Perlindungan Anak.
"Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan termasuk juga pengancaman terhadap korban," kata Irjen Agus dalam konferensi pers Kamis, 31 Mei 2023.
Agus Nugroho memilih persetubuhan anak di bawah umur, dibanding pemerkosaan pada kasus pemerkosaan anak 15 tahun di Parigi Moutong Agus beralasan tidak ada unsur kekerasan maupun ancaman dalam kasus tersebut.
"Dalam kaitan dengan dilakukan secara bersama-sama, dari hasil pemeriksaan pun sudah jelas dan tegas, bahwa tindak pidana ini dilakukan, berdiri sendiri-sendiri, tidak dilakukan secara bersama-sama,"tambahnya.
Pernyataan ini disorot berbagai pihak, salah satunya pakar hukum pidana yang sekaligus mantan hakim Asep Iriawan menyebut, pernyataan tersebut ngawur.
Asep menyebut, tindakan pidana yang dilakukan oleh 11 tersangka jelas-jelas memenuhi syarat tindakan pemerkosaan, karena dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut.
"Perbuatan ini kan perbuatan bersama-sama, malah berlanjut. Perkosaan itu karena ancaman kekerasan pasalnya di KUHP 285. Tidak ada persetubuhan, kalau persetubuhan beda. Masa anak bersetubuh dengan orang dewasa, ngaco itu ngawur," jelas Asep.
Selain itu, tercatat adanya penggunaan narkoba jenis sabu yang diduga menjadi komoditas barter antara pelaku dengan korban, diduga digunakan untuk mencekoki korban. Hal ini diperkuat dengan kondisi korban yang mengalami infeksi di organ rahim, yang membuat rahimnya terancam diangkat.
Di sisi lain, psikologi ahli forensik Reza Indragiri menyayangkan definisi perkosaan terhadap anak tidak tercantum dalam UU Perlindungan Anak yang kini digunakan kepolisian untuk menangani kasus ini.
"Perkosaan tidak tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Padahal, ketika kita menangani kasus anak, maka sudah tentu kita harus menggunakan hukum yang khusus untuk itu, yaitu Undang-Undang Perlindungan Anak," kata Reza.
"Definisi perkosaan malah tersedia di KUHP. Bahwa persebutuhan yang diserta dengan kekerasan mau pun ancaman kekerasan,"tambahnya.
Dalam UU Perlindungan Anak Pasal 76D tertulis, "Setiap orang dilarang melakukan, kekerasan atau ancaman memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain" dengan pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Dalam KUHP Pasal 285, perkosaan harus memenuhi unsur kekerasan atau ancaman kekerasan dengan pidana penjara hanya 12 tahun.
Sementara, dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, persetubuhan dengan anak termasuk dalam kekerasan seksual yang bila dilakukan dengan tipu muslihat diancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda Rp1 milyar.