- TANAMAN SORGUM PROGRAM JOKOWI MULAI DIPANEN DI LOMBOK TENGAH NTB
- WAPRES PASTIKAN INDONESIA SEGERA KIRIM BANTUAN KEMANUSIAAN GEMPA TURKI
- KBRI ANKARA AKAN EVAKUASI 104 WNI TERDAMPAK GEMPA TURKI DI LIMA LOKASI
- TPNPB-OPM MENGAKU BERTANGGUNG JAWAB ATAS PEMBAKARAN PESAWAT SUSI AIR DI NDUGA
- TPNPB-OPM MENGAKU SANDERA PILOT SUSI AIR KAPTEN PHILIPS ASAL SELANDIA BARU
- KEMENDAGRI DORONG PEMKOT SORONG GENJOT REALISASI APBD SEJAK AWAL TAHUN
- POLRI: PESAWAT SUSI AIR DI NDUGA DIBAKAR KKB PIMPINAN EGIANNUS KOGOYA
- POLRI PREDIKSI BERITA HOAKS DAN POLITIK IDENTITAS MENINGKAT JELANG PEMILU 2024
- PRESIDEN YAKIN PENURUNAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI TIDAK PENGARUHI INVESTOR
- KAPOLRI: TIM GABUNGAN TERUS MENCARI PILOT DAN PENUMPANG SUSI AIR DI NDUGA PAPUA
Tag Result: tenaga medis


Panja RUU Kesehatan akan Tampung Kekhawatiran Nakes
Nasional • 4 months ago
Tak Tahan Dibully, Dokter Residen Terpaksa Undur Diri
Nasional • 5 months agoSistem pendidikan kedokteran di Indonesia nyatanya masih memiliki catatan kelam. Di tengah kekurangan jumlah dokter spesialis di Indonesia, calon dokter spesialis malah kerap menghadapi masalah perundungan.
Beragam tantangan harus dihadapi calon dokter spesialis, terutama saat menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Bahkan, tak jarang ada yang sampai keluar, dan tidak ingin lagi menjadi residen, lantaran menjadi korban bullying.
Salah satunya, seorang mantan residen yang tak ingin disebut namanya. Ia terpaksa mengundurkan diri dari PPDS karena tak kuat dengan kultur senioritas yang dialaminya.
Ia mengaku, dihina, dimarahi, hingga diperintah melakukan aktivitas fisik oleh seniornya. Ia pun bersama dengan teman-temannya didoktrin mengenai ssenioritas yang harus menurut senior, baik residen senior maupun dokter spesialis.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin memastikan pihaknya akan menindak tegas para pelaku perundungan. Kementrian Kesehatan tengah merancang RUU Kesehatan agar memperkuat dan memperbaiki sistem kesehatan nasional.

Jangan Blunder Izin Dokter Asing
Nasional • 5 months agoSekian lama isu kekurangan dokter telah mencuat, kita jelas berharap solusi nyata dari pemerintah. Terlebih, berbagai faktor penyebabnya juga telah berulang kali dikupas.
Mulai dari faktor utama, yakni mahalnya biaya pendidikan dokter, hingga tingginya biaya izin praktik yang membuat tak sedikit dokter yang malas melanjutkan ke spesialis. Faktor minimnya dokter di wilayah terpencil pun sudah diungkap berbagai pihak.
Meskipun sudah dimunculkan lagi, setelah sebelumnya sempat ditiadakan, bantuan biaya hidup dari pemerintah untuk dokter di wilayah terpencil masih sangat rendah. Tak mengherankan jika para dokter yang sudah keluar uang banyak untuk sekolah lebih memilih bekerja di kota demi cepat 'balik modal'.
Solusi atas berbagai permasalahan itu pula yang berupaya dibuat pemerintah melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan, yang pada Februari lalu telah disetujui Rapat Paripurna DPR sebagai inisiatif dewan. Salah satu muatan dalam RUU itu ialah adanya izin bagi dokter asing untuk berpraktik di Indonesia.
Kemarin, Menteri Kesehatan Budi Gunadi menjelaskan kehadiran dokter asing akan dapat menjadi solusi krisis dokter spesialis di wilayah terpencil. Caranya, klaim Menkes, dengan menempatkan mereka selama dua tahun terlebih dahulu di daerah.
Kendati begitu, Menkes tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai aturan penempatan itu, selain hanya menyebutkan wilayah Papua. Masih menurut Menkes, banyak dokter asing yang berminat ditempatkan di pedalaman.
Penjelasan itu tentu saja sulit diterima. Tanpa kita menuntut fakta yang lebih detail mengenai dokter asing seperti yang disebutkan Menkes, solusi tersebut sudah tercium hanya menambah runyam permasalahan yang sudah ada.
Bukan hanya sama sekali tidak menyentuh faktor-faktor utama kendala di dalam negeri, baik biaya pendidikan dokter maupun insentif biaya hidup di pedalaman, penempatan dokter asing juga menambah beban baru, baik bagi hal teknis maupun nonteknis. Adaptasi terhadap bahasa hingga budaya hanyalah segelintir kendala awal. Belum lagi standar gaji hingga insentif yang sangat mungkin berbeda dan justru menimbulkan konflik dengan dokter dalam negeri.
Pemberian izin praktik bagi dokter asing tanpa aturan asal sekolah ataupun negara justru menurunkan kualitas layanan kesehatan kita. Negara kita bisa menjadi target bagi dokter-dokter yang sesungguhnya inkompeten dan dari sekolah medis kurang berkualitas, meski berembel-embel luar negeri.
Praktik seperti ini sudah banyak terjadi di negara-negara dengan pasar bebas profesi. Ketika pemerintah menutup mata akan hal tersebut, sama saja dengan menempatkan bangsa ini dalam bahaya.
Jangan heran kalau negara seperti Filipina, yang juga sama mengalami krisis dokter seperti di Indonesia, sangat berhati-hati membuka praktik bagi dokter asing. Pemerintah Filipina hanya membuka izin praktik dokter asing dengan perjanjian bilateral. Dengan demikian, dokter asing yang bisa masuk hanya dari negara tertentu dan hanya dari sekolah kedokteran tertentu.
Bukan itu saja, Filipina pun mensyaratkan perjanjian timbal balik. Artinya, dokter mereka juga harus bisa bersekolah ataupun membuka praktik di negara mitra itu. Dengan cara itulah transfer ilmu benar-benar dapat terwujud, dan bukan semata harapan muluk bahwa para dokter asing dapat cuma-cuma berbagi ilmu dengan dokter dalam negeri.
Sebelum mencetuskan solusi blunder dokter asing ini, akan lebih baik jika pemerintah berkaca pada negara serumpun, Malaysia, dalam mengenjot jumlah dokter spesialisnya. Alih-alih seperti di Indonesia, ketika dokter harus merogoh kocek dalam untuk sekolah spesialis, Malaysia justru menggratiskan lewat residency training. Tidak hanya itu, dokter pun mendapatkan gaji dari rumah sakit tempat ia training tersebut. Mengenai izin praktik dokter asing, Malaysia pun setali tiga uang dengan Filipina karena juga menerapkan aturan soal asal sekolah, berikut syarat ketat lainnya.
Memang, Menkes Budi beralasan negeri ini membutuhkan waktu minimal 11 tahun lagi untuk menutup defisit jumlah dokter. Hal itu berdasarkan angka defisit dokter spesialis yang mencapai sekitar 25 ribu orang. Kenekatan pemerintah mendorong izin praktik dokter asing tanpa kesiapan aturan lainnya justru semakin menguatkan kesan upaya liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan lewat RUU ini.
Karena itu, kita meminta Menkes tidak hanya bertameng dengan angka kematian ribuan bayi gagal jantung ataupun penyakit lainnya yang membutuhkan penanganan dokter spesialis. Jelas angka itu memprihatinkan dan juga membutuhkan solusi segera.
Maka, langkah awal yang semestinya harus cepat dilakukan ialah peningkatan bantuan biaya hidup bagi dokter pedalaman. Bahkan, jika pemerintah serius dalam mendorong distribusi dokter ke wilayah terpencil, bantuan biaya hidup semestinya dinaikkan berkali-kali lipat, dari yang tertinggi saat ini hanya di kisaran Rp6,4 juta (daerah terpencil, kepulauan, dan perbatasan). Dengan medan dan risiko besar, dokter-dokter tersebut sudah selayaknya diperlakukan layaknya pahlawan dan diberi apresiasi berkali-kali lipat.
Tidak hanya itu, pemerintah harus menggenjot beasiswa kedokteran sebesar-besarnya. Para dokter pun dipastikan dapat melanjutkan ke jenjang spesialis dengan keringanan biaya. Cara itulah yang krusial untuk pemerataan pelayanan kesehatan kita yang lebih terjamin. Memaksakan izin dokter asing adalah jawaban blunder yang sarat risiko.

Ironis Tenaga Medis
• 3 years agoKPK mengendus adanya praktik pemotongan insentif tenaga medis oleh manajemen rumah sakit. Selain itu, ada pula perlakuan kriminalisasi yang dialamatkan kepada tenaga medis.

Mantri Patra, Tenaga Medis yang Meninggal Saat Bertugas di Papua
• 4 years agoSeorang tenaga medis Patra meninggal dunia saat menjalankan tugas di daerah pedalaman Kabupaten Teluk Wondama, Papua. Ironisnya jenazah baru dapat dievakuasi 4 hari setelah meninggal dunia.